Day 5 – Grand Palace, Wat Pho,
Wat Arun, Pratunam, Asiatique
Ini hari efektif yang terakhir
untuk liburan kami kali ini karena besok pagi-paginya kami harus sudah ada di
bandara untuk pulang. Pagi ini, sesuai saran dari ibu-ibu penjual kaos di
Chatuchak, kami sepagi mungkin berangkat ke Grand Palace. Hal inilah yang saya
sesali belakangan. Karena sebenarnya nggak perlu terlalu pagi ke Grand Palace
dan Wat Pho. Seharusnya saya bisa pagi-pagi ke Kawasan Phra Kanong terlebih
dulu untuk melihat tempat penghormatan bagi Mae Nak, hantu wanita legendaris
dari Thailand yang sering say atonton film-filmnya. Lalu siangnya baru saya ke
Grang Palace. Begitu seharusnya. Tapi ya sudahlah, mungkin itu artinya saya
musti balik lagi kapan-kapan, hehe.
Grand Palace
Dari Khao San Road cukup ditempuh
berjalan kaki saja sekitar 20 menit. Pagi itu sudah cukup ramai. Kami langsung
membeli tiket masuk sebesar 500 baht. Tiket ini jangan langsung dibuang, karena
termasuk tiket masuk ke Vivanmek, istana dengan bahan kayu jati terbesar, dan
berlaku selama 7 hari. Letaknya memang agak jauh dari Grand Palace. Tiket
itupun nggak bisa kami pake karena besoknya kami sudah harus pulang. Kalopun
mau hari itu kami kunjungi, Vivanmek sedang tutup karena hari itu adalah hari
Senin. Gedung Vivanmek memang dijadwalkan tutup tiap hari Senin.
Karena saat itu saya menggunakan
rok mini + legging, saya menggunakan kain pashmina sebagai sarung untuk
menutupi kaki saya. Bagi yang tidak membawa kain panjang, di kawasan ini
disediakan pinjaman dengan catatan menitipkan uang jaminan sebesar 100 baht.
Kompleks ini terlihat mewah sekali dengan banyak warna keemasan pada gedung. Di
hari yang panas itu, lebih terlihat silau. Di kompleks Grand Palace ini, saya
juga bisa melihat Chakri Maha Prasat, semacam istana negara gitu lah. Selebihnya,
kami sibuk berkeliling sambil foto-foto aja.
Wat Pho
Setelah puas mengelilingi kompleks
Grand Palace, kami berpindah lokasi menuju Wat Pho. Kompleks Wat Pho terletak
di belakang kompleks Grand Palace. Teorinya sih, kami hanya tinggal keluar kompleks,
lalu berputar lewat luar ke bagian belakang gedung. Teorinya simpel. Tapi di
hari itu, dimana matahari berasa ada 3, rasanya panas ga ketulungan.
Dikuat-kuatin aja deh, namanya juga liburan, jadi panas, capek, tanning badan,
itu sih udah biasa.
Untuk masuk kawasan Wat Pho ini
dikenakan tarif 100 baht, udah termasuk bonus air mineral dingin. Wat Pho ini
terkenal dengan Reclining Buddha. Bangunan Buddha raksasa yang sedang tidur ini
tingginya sekitar 15 meter dengan panjang 43 meter. Di kaki Buddha tertulis
simbol-simbol Buddha yang dibuat dari batu mulia. Tampak bling-bling sekali. Di
belakang bagian bantal Buddha juga tampak bling-bling, tapi saya sendiri nggak
paham terbuat dari apa. Di dekat patung itu juga ada semacam jejeran
baskom-baskom yang diisi dengan koin-koin. Kalo kamu berhasil mengisi koin-koin
itu sampai baskom terakhir, konon keinginanmu akan terkabul.
Pratunam
Selepas dari Wat pho, sebenarnya
kami tinggal menyeberang sungai Chao Praya saja untuk menikmati Wat Arun. Tapi
karena saat itu masih siang, dan Wat Arun lebih bagus dinikmati saat sore hari,
kami langsung melenceng jalur untuk pergi naek bus ke daerah Pratunam. Bus
menuju Pratunam yaitu bus no, 2 dan 60 dengan tarif 6,5 baht per orang. Disini
terdapat pasar murah atau kalo mau yang lebih adem masuk mall-nya aja, Platinum
Mall. Disana saya langsung masuk mall dengan tujuan cari musala. Begitu saya
menemukan musala di dalam mall ini, rasanya malu sekali. Walo kecil, tapi
musala ini bersih, cantik, dan terlihat mewah. Bandingkan dengan musala di mall
di Indonesia, di Surabaya pada khususnya. Dengan level mall yang sama, tapi
musala di mall di Surabaya nggak lebih baek dari musala yang saya datangi ini.
Padahal Islam bukanlah agama mayoritas disitu.
Hiasan dinding musala |
Tempat wudhu-nya |
Wastafel dalam musala |
Kembali ke Platinum Mall. Saya
sempet muter-muter mall sebentar karena laper mata. Banyak barang-barang bagus
dengan harga yang jauh lebih murah kalo dibandingin dengan di Indonesia.
Pakaian kerja yang kalo kita beli di Matah*r* saja bisa seharga 200-300rb,
disitu saya beli dengan harga 200 baht
(sekitar 75rb aja). Belum lagi kalo kita pergi ke pasar murah di seberang mall.
Beli tiga pc bakal dapet harga yang bikin saya histeris dalam hati.
Wat Arun
Selepas dari daerah Pratunam, saya
kembali lagi ke kompleks candi-candi tadi. Saya langsungmenuju penyeberangan
kapal di Chao Praya untuk menuju Wat Arun, The Temple of The Dawn. Tiket masuk
Wat Arun ini lebih murah, hanya 50 baht saja. Kami disini tidak terlalu lama,
karena kami musti kembali lagi ke tempat penyeberangan tadi untuk berganti
kapal meuju Asiatique.
Asiatique
Kami kembali ke dermaga awal saat
kami akan menyeberang ke Wat Arun. Setelah itu muncul kapal penumpang
berbendera oranye (ini kapal dengan tarif yang paling murah), biayanya hanya 15
baht, turun di Saphan Taksin, kemudian dilanjut shuttle boat ke Asiatique
(gratis). Kompleks ini lebih mirip pasar malam, dengan kafe-kafe dan toko-toko
yang menawarkan banyak barang, tentunya dengan harga yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan Pratunam dan Chatuchak. Ada juga bianglala dengan tarif 250 baht
untuk melihat keindahan kota Bangkok di malam hari. Puas mengitari Asiatique,
kami kembali naek shuttle boat menuju Saphan Taksin. Berhubung boat terakhir
hanya sampai pukul 19.30, dari Saphan Taksin kami naek bus no.1 ke Khao San
Road. Hari itu kami langsung kembali ke hostel untuk packing karena besok
pagi-pagi sekali kami harus kembali ke Indonesia.
Bianglala |
Salah satu sudut di Asiatique |
Juliette Park, ada gembok cinta-nya juga |
Day 6 – Long Way Road To Go Home
Pagi itu kami bangun pagi-pagi
sekali dengan harapan nggak telat untuk sampai bandara. Setelah sarapan, kami
langsung naek tuk-tuk untuk pergi ke Phaya Thai Station. Dari Phaya Thai langsung
naek Airport Link menuju Bandara Suvarnabhumi. Tapi bukan kami namanya kalo
nggak perlu lari-lari di bandara. Pesawat kami berangkat pukul 10.25, sedangkan
kami baru sampai meja check in pada pukul 09.50. Kebiasaan buruk yang sulit
hilang ya. Masih harus mengantri pula di imigrasi. Kami harus bermandi keringat
untuk mencapai gate tempat pesawat kami boarding.
Syukurlah kami masih sempat
mengejar pesawat. Pesawat kami transit di Singapura. Disini lagi-lagi kami
nggak bisa keluar ke daerah Kallang untuk pegi ke restoran favorit kami,
huhuhu. Beneran deh, saya kangen masakan disana. Menunggu pesawat berikutnya
yang akan membawa kami ke Jakarta selama 4 jam, kami sibuk mencari-cari coklat
lagi untuk oleh-oleh orang di kantor.
Pukul 18.00 waktu setempat, kami
terbang menuju Jakarta. Duh, badan rasanya udah pengen gegoleran aja saking
capeknya. Daaaannnn...belum selesai sampai disitu, kami harus menunggu lagi
penerbangan berikutnya ke Surabaya pukul 22.35. Seumur-umur rasanya baru kali
itu saya muak naek pesawat, oper sampe 3x. Perjalanan panjang pun berakhir di
Surabaya pada tengah malam. Kami sampai kos pada dini hari. Badan rasanya lemes
tapi senengnya pake banget. Dalam hati saya berjanji, buat rajin menabunglagi
untuk trip selanjutnya. Belom kapok ceritanya, hehe
...Where's the next?...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar