Selasa, 30 September 2014

My Birthday Trip (Indonesia, Singapore, Thailand, and Cambodia) - Part 5



Day 5 – Grand Palace, Wat Pho, Wat Arun, Pratunam, Asiatique


Ini hari efektif yang terakhir untuk liburan kami kali ini karena besok pagi-paginya kami harus sudah ada di bandara untuk pulang. Pagi ini, sesuai saran dari ibu-ibu penjual kaos di Chatuchak, kami sepagi mungkin berangkat ke Grand Palace. Hal inilah yang saya sesali belakangan. Karena sebenarnya nggak perlu terlalu pagi ke Grand Palace dan Wat Pho. Seharusnya saya bisa pagi-pagi ke Kawasan Phra Kanong terlebih dulu untuk melihat tempat penghormatan bagi Mae Nak, hantu wanita legendaris dari Thailand yang sering say atonton film-filmnya. Lalu siangnya baru saya ke Grang Palace. Begitu seharusnya. Tapi ya sudahlah, mungkin itu artinya saya musti balik lagi kapan-kapan, hehe.

Grand Palace      
                                                   
Dari Khao San Road cukup ditempuh berjalan kaki saja sekitar 20 menit. Pagi itu sudah cukup ramai. Kami langsung membeli tiket masuk sebesar 500 baht. Tiket ini jangan langsung dibuang, karena termasuk tiket masuk ke Vivanmek, istana dengan bahan kayu jati terbesar, dan berlaku selama 7 hari. Letaknya memang agak jauh dari Grand Palace. Tiket itupun nggak bisa kami pake karena besoknya kami sudah harus pulang. Kalopun mau hari itu kami kunjungi, Vivanmek sedang tutup karena hari itu adalah hari Senin. Gedung Vivanmek memang dijadwalkan tutup tiap hari Senin. 









Karena saat itu saya menggunakan rok mini + legging, saya menggunakan kain pashmina sebagai sarung untuk menutupi kaki saya. Bagi yang tidak membawa kain panjang, di kawasan ini disediakan pinjaman dengan catatan menitipkan uang jaminan sebesar 100 baht. Kompleks ini terlihat mewah sekali dengan banyak warna keemasan pada gedung. Di hari yang panas itu, lebih terlihat silau. Di kompleks Grand Palace ini, saya juga bisa melihat Chakri Maha Prasat, semacam istana negara gitu lah. Selebihnya, kami sibuk berkeliling sambil foto-foto aja.
 
Chakri Maha Prasat
Wat Pho

Setelah puas mengelilingi kompleks Grand Palace, kami berpindah lokasi menuju Wat Pho. Kompleks Wat Pho terletak di belakang kompleks Grand Palace. Teorinya sih, kami hanya tinggal keluar kompleks, lalu berputar lewat luar ke bagian belakang gedung. Teorinya simpel. Tapi di hari itu, dimana matahari berasa ada 3, rasanya panas ga ketulungan. Dikuat-kuatin aja deh, namanya juga liburan, jadi panas, capek, tanning badan, itu sih udah biasa. 

Untuk masuk kawasan Wat Pho ini dikenakan tarif 100 baht, udah termasuk bonus air mineral dingin. Wat Pho ini terkenal dengan Reclining Buddha. Bangunan Buddha raksasa yang sedang tidur ini tingginya sekitar 15 meter dengan panjang 43 meter. Di kaki Buddha tertulis simbol-simbol Buddha yang dibuat dari batu mulia. Tampak bling-bling sekali. Di belakang bagian bantal Buddha juga tampak bling-bling, tapi saya sendiri nggak paham terbuat dari apa. Di dekat patung itu juga ada semacam jejeran baskom-baskom yang diisi dengan koin-koin. Kalo kamu berhasil mengisi koin-koin itu sampai baskom terakhir, konon keinginanmu akan terkabul.



Pratunam

Selepas dari Wat pho, sebenarnya kami tinggal menyeberang sungai Chao Praya saja untuk menikmati Wat Arun. Tapi karena saat itu masih siang, dan Wat Arun lebih bagus dinikmati saat sore hari, kami langsung melenceng jalur untuk pergi naek bus ke daerah Pratunam. Bus menuju Pratunam yaitu bus no, 2 dan 60 dengan tarif 6,5 baht per orang. Disini terdapat pasar murah atau kalo mau yang lebih adem masuk mall-nya aja, Platinum Mall. Disana saya langsung masuk mall dengan tujuan cari musala. Begitu saya menemukan musala di dalam mall ini, rasanya malu sekali. Walo kecil, tapi musala ini bersih, cantik, dan terlihat mewah. Bandingkan dengan musala di mall di Indonesia, di Surabaya pada khususnya. Dengan level mall yang sama, tapi musala di mall di Surabaya nggak lebih baek dari musala yang saya datangi ini. Padahal Islam bukanlah agama mayoritas disitu.
Hiasan dinding musala

Tempat wudhu-nya

Wastafel dalam musala

Kembali ke Platinum Mall. Saya sempet muter-muter mall sebentar karena laper mata. Banyak barang-barang bagus dengan harga yang jauh lebih murah kalo dibandingin dengan di Indonesia. Pakaian kerja yang kalo kita beli di Matah*r* saja bisa seharga 200-300rb, disitu saya beli  dengan harga 200 baht (sekitar 75rb aja). Belum lagi kalo kita pergi ke pasar murah di seberang mall. Beli tiga pc bakal dapet harga yang bikin saya histeris dalam hati. 

Wat Arun

Selepas dari daerah Pratunam, saya kembali lagi ke kompleks candi-candi tadi. Saya langsungmenuju penyeberangan kapal di Chao Praya untuk menuju Wat Arun, The Temple of The Dawn. Tiket masuk Wat Arun ini lebih murah, hanya 50 baht saja. Kami disini tidak terlalu lama, karena kami musti kembali lagi ke tempat penyeberangan tadi untuk berganti kapal meuju Asiatique.


Asiatique

Kami kembali ke dermaga awal saat kami akan menyeberang ke Wat Arun. Setelah itu muncul kapal penumpang berbendera oranye (ini kapal dengan tarif yang paling murah), biayanya hanya 15 baht, turun di Saphan Taksin, kemudian dilanjut shuttle boat ke Asiatique (gratis). Kompleks ini lebih mirip pasar malam, dengan kafe-kafe dan toko-toko yang menawarkan banyak barang, tentunya dengan harga yang sedikit lebih tinggi dibandingkan Pratunam dan Chatuchak. Ada juga bianglala dengan tarif 250 baht untuk melihat keindahan kota Bangkok di malam hari. Puas mengitari Asiatique, kami kembali naek shuttle boat menuju Saphan Taksin. Berhubung boat terakhir hanya sampai pukul 19.30, dari Saphan Taksin kami naek bus no.1 ke Khao San Road. Hari itu kami langsung kembali ke hostel untuk packing karena besok pagi-pagi sekali kami harus kembali ke Indonesia.


Bianglala

Salah satu sudut di Asiatique

Juliette Park, ada gembok cinta-nya juga

Day 6 – Long Way Road To Go Home

Pagi itu kami bangun pagi-pagi sekali dengan harapan nggak telat untuk sampai bandara. Setelah sarapan, kami langsung naek tuk-tuk untuk pergi ke Phaya Thai Station. Dari Phaya Thai langsung naek Airport Link menuju Bandara Suvarnabhumi. Tapi bukan kami namanya kalo nggak perlu lari-lari di bandara. Pesawat kami berangkat pukul 10.25, sedangkan kami baru sampai meja check in pada pukul 09.50. Kebiasaan buruk yang sulit hilang ya. Masih harus mengantri pula di imigrasi. Kami harus bermandi keringat untuk mencapai gate tempat pesawat kami boarding. 

Syukurlah kami masih sempat mengejar pesawat. Pesawat kami transit di Singapura. Disini lagi-lagi kami nggak bisa keluar ke daerah Kallang untuk pegi ke restoran favorit kami, huhuhu. Beneran deh, saya kangen masakan disana. Menunggu pesawat berikutnya yang akan membawa kami ke Jakarta selama 4 jam, kami sibuk mencari-cari coklat lagi untuk oleh-oleh orang di kantor.
 
@Changi Airport
Pukul 18.00 waktu setempat, kami terbang menuju Jakarta. Duh, badan rasanya udah pengen gegoleran aja saking capeknya. Daaaannnn...belum selesai sampai disitu, kami harus menunggu lagi penerbangan berikutnya ke Surabaya pukul 22.35. Seumur-umur rasanya baru kali itu saya muak naek pesawat, oper sampe 3x. Perjalanan panjang pun berakhir di Surabaya pada tengah malam. Kami sampai kos pada dini hari. Badan rasanya lemes tapi senengnya pake banget. Dalam hati saya berjanji, buat rajin menabunglagi untuk trip selanjutnya. Belom kapok ceritanya, hehe

...Where's the next?...

Jumat, 26 September 2014

My Birthday Trip (Indonesia, Singapore, Thailand, and Cambodia) - Part 4



Day 4 – Welcome Back Bangkok, Chatuchak Weekend Market
Chatuchak Park MRT Station
Tepat jam 5 pagi hari itu driver taksi kami menjemput kami di hotel tempat kami menginap untuk menuju perbatasan di Poipet. Pagi itu cuaca gerimis, sesampainya di Poipet malah seperti habis dilanda hujan deras. Daerah itu yang awalnya memang berdebu malah terlihat becek. Kami membutuhkan waktu 2 jam saja untuk mencapai perbatasan.
Suasana perbatasan di Poipet saat hujan
Suasana perbatasan di Poipet saat hujan
Berdasarkan obrolan dengan driver taksi kami yang baik hati, beliau menyarankan kami untuk naek mini bus / mini van ke Bangkok dengan pertimbangan waktu tempuh yang lebih cepat, hanya sekitar 3,5 jam saja. Setelah kami berjalan melalui imigrasi Kamboja dan imigrasi Thailand, kami kembali menuju pasar yang kemaren kami lewati. Kami mencari mini van yang akan berangkat ke Bangkok. Dan ternyata beneran ada dengan tarif 230 baht per orang. Omaigot...kenapa nggak dari kemaren aja naek yang beginian ya. 

Chatuchak Weekend Market

Jam 12 tet kami udah sampe di Bangkok lagi, tepat di pemberhentian terakhir di dekat Victory Monument. Oh ya, dalam perjalanan menuju Aranyaprathet dan sebaliknya, di tengah jalan kendaraan kami di stop oleh tentara bersenjata untuk dilihat kartu identitasnya. Herannya, waktu saya mau nyodorin kartu dan paspor, dia ga berminat buat meriksa. Saya nggak gitu paham juga sih ada apa, siapa, dan kenapa diperiksa. Habisnya, orang-orang di dekat saya waktu itu pas banget nggak bisa bahasa Inggris. Jadi, begitu ditanya, keburu stres duluan mereka, hehe.
Ini bukan penodongan lho
Kembali ke Victory Monument. Di dekat pemberhentian itu banyak banget orang-orang yang berjualan di sepanjang trotoar. Semacam pasar tumpah, tapi lebih rapi, karena memakai stan. Mulai dari tas, pakaian, pernak-pernik, dll. Pakaian lucu semacam dress hanya dijual 200 baht (nggak nyampe 100rb tuh, murah banget ya). Kami hanya melihat-lihat sebentar, karena tujuan kami saat itu sudah pasti, Chatuchak Weekend Market. Hari itu hari Minggu, jadi kami berencana pergi ke pasar yang legendaris di Bangkok yang katanya terkenal dengan barang-barangnya yang murah.
Victory Monument
Dari situ, kami naek BTS ke Mo Chit. Semacam dejavu, kemaren kami sebelum ke Aranyaprathet juga lewat daerah ini, menunggu bus daerah ini juga. Dari BTS Mo Chit, pindah ke kereta bawah tanah MRT. Sebelum masuk stasiun MRT, saya suka banget tuh ngeliat Chatuchak Park. Tamannya luas, bersih, enak banget deh kayaknya dipake nyante, leyeh-leyeh, atau nongkrong bareng temen-temen disitu. 
Chatuchak Park
Chatuchak Park
Setelah sampai di Chatuchak Park....waow...panaaaasss banget hari itu. Pasar yang luas, yang pastinya bakal pegel banget, udah muterin 1 blok aja udah sukur banget. Mulailah disitu hunting berbagai macam barang untuk diri sendiri dan oleh-oleh. Di situ saya beli tas, t-shirt, dompet, gantungan kunci, hiasan, dll. Kaos-kaos thailand dengan kualitas standar bisa didapat dengan harga 100 baht, kalo kualitasnya lebih bagus bisa 150 baht. Tas lucu dari bahan denim hanya 100 baht saja. Tapi saya lebih suka dengan tas cangklong dan clutch cantik buat oleh-oleh mama, mami, dan tante-tante saya. Saya sendiri tertarik dengan tas 3 in 1 yang harganya emang sedikit mahal, 790 baht. Tapi memang sengaja beli yang agak bagusan karena tas itu untuk dipake kerja. Belum lagi gantungan kunci yang bisa didapat 100 baht untuk 3 set. Dompet untuk oma dan nenek-nenek saya. Juga souvenir-souvenir laen untuk teman-teman. Lengkap sudah belanjaan hari itu.
Chatuchak Weekend Market

Peta Pasar Chatuchak

Tas-nya unyu-unyu...murah bingit


Berhubung sudah malam dan hari mulai gerimis lagi, kami segera bergegas pulang ke Khao San Road untuk segera beristirahat di guest house. Rencananya hari itu pengen pergi ke kawasan Asiatique, tapi karena badan kami yang memang butuh istirahat, dan hari tetap gerimis, kami memutuskan hanya berjalan-jalan di kawasan sekitar situ saja.


Anyway, waktu makan malam di Khao San Road itu, saya dapet kejutan lho dari temen saya, kiddie cake lucu berbentuk kepala Mickey Mouse. That’s why I called this trip is birthday trip. That day was my birthday. Yihaaaaa.... (tambah tua kok girang bener ya?). Apapun itu, saya merasa sangat bersyukur. Dua negara dalam hari ulang taun saya. Walo mungkin nggak meriah, yang penting saya tau bahwa betapa sayangnya Tuhan pada saya. Saya diberi kesehatan, punya pekerjaan, punya keluarga dan teman-teman yang saya sayang dan menyayangi saya. Apalagi yang kurang? Eh...ada sih...jodoh belum ada. Hmmm...I just haven’t met him yet :)
Menu makan malam saya saat itu...happy birthday Mel :)
...Bersambung...
Day 5 and 6 - Grand Palace, Wat Pho, Wat Arun, Pratunam, Asiatique, Go Home :)

Kamis, 25 September 2014

My Birthday Trip (Indonesia, Singapore, Thailand, and Cambodia) - Part 3



Day 3 – One Day in Cambodia

Pintu gerbang Kamboja
Pagi itu, kami masih terbangun di Guest House Aran-Mammos di Aranyaprathet – Thailand. Setelah mengambil jatah sarapan di guest house dan (lagi-lagi) membeli sarapan di 7eleven, kami bersiap pergi ke perbatasan dengan naek truk. Hah? Kenapa truk? Karena truk lebih murah dengan tarif 15 baht per orang. Kalau tarif tuk-tuk sekitar 40-50 baht per orang. Jadi, kami sepakat untuk memilih naek truk. Truk-nya berbentuk seperti pick-up besar dengan tempat duduk di belakang berhadap-hadapan. Ternyata banyak juga yang memilih untuk naek truk seperti kami, hehe.
 
Ini truk untuk pergi ke perbatasan di Aranyaprathet
Jarak guest house ke perbatasan sekitar 15 menit. Perbatasan ini berupa pasar yang bersebelahan langsung dengan imigrasi Thailand. Setelah melewati perbatasan Thailand, kami masuk gerbang negara Kamboja, tepatnya Kota Poipet. Dalam hati bersorak...horeee...akhirnya nyampe sini juga. Lalu masuk ke imigrasi Kamboja. Buseeettt....beda banget sama imigrasi Thailand. Imigrasi Kamboja ini cenderung (maaf) bobrok untuk ukuran kantor imigrasi. Kecil, panas, pengap rasanya. Tapi siapa yang peduli akan hal itu, pikiran saya saat itu, segera menuju kota Siem Reap tempat dimana Kompleks Angkor Wat berada.
Gerbang Provinsi Sakaeo

Suasana pasar di perbatasan

Jalan masuk menuju imigrasi Thailand

Satu hal yang saya khawatirkan dari Kamboja adalah banyaknya penipuan di negara ini. Banyak referensi yang saya baca...dan ya ampun...ngeri-ngeri beritanya. Mahal banget. Termasuk salah satu blogger yang saya hubungi, dia kena kira-kira US$ 1000 mulai dari Poipet, keliling Siem Reap (Angkor Wat), dan kembali lagi ke Poipet. Otak saya langsung seperti kalkulator mendadak. US$ 1000, dengan kurs saat itu Rp. 11.775,- itu berarti 11 juta lebih. Hanya untuk sehari penuh? Alamakjang...itu sih namanya bukan penipuan lagi, itu perampokan namanya. Jadi, saat saya masuk kota ini, terus terang saya agak was-was. Maklum uang yang kami bawa pas-pasan. Hanya cukup untuk sehari saja.

Begitu kami keluar dari imigrasi Kamboja, kami langsung disuguhi oleh pemandangan kota yang berdebu, agak sedikit kumuh, beda jauh jika dibandingkan Bangkok. Namun, walaupun seperti itu, disitu berdiri berderet-deret hotel dan kasino. Bener-bener kontras. 
 
Salah satu kasino di perbatasan Poipet

 
Shuttle bus di Poipet


Kami ditawari untuk naik shuttle bus gratis ke tempat taksi. Bus yang saya tunggu di situ ternyata baru datang sekitar pukul 11.00 dengan waktu tempuh ke Siem Reap sekitar 3-4 jam. Pikir saya saat itu, nyaris nggak ada waktu kalo saya nunggu bus. Akhirnya saya pergi naek shuttle bus itu. Disitu hanya ada 3 orang, yaitu saya dan teman saya, lalu satu turis Jepang. Saya hapal wajahnya, karena kemaren dia pun satu bus dari Bangkok bersama kami. Sampailah kami di Poipet Tourist Passenger International Terminal. Disitu kami disarankan untuk menukarkan uang kami dalam bentuk Riel karena harga barang-barang nanti jatuhnya akan lebih murah. Oh ya, di Kamboja walau mata uang resminya adalah Riel, bahkan ada beberapa barang yang bisa dibeli dengan Ringgit Malaysia, namun banyak harga barang dan tarif apapun yang dibandrol dengan Dolar Amerika. Sehingga kami memutuskan untuk memegang uang dolar amerika saja agar lebih praktis.
Taksi kami untuk menuju kota Siem Reap

Ki-Ka : saya, Nunu, dan Ashi Mouri

Kami naek taksi dari terminal ke Siem Reap dengan tarif US$ 48. Karena kami bertiga (akhirnya kami pergi bersama dengan turis dari Jepang itu), kami share ongkos taksi. Kami sampai kota Siem Reap hanya dalam waktu 2 jam saja. Disinilah letak kesalahan kami. Awalnya kami mau bepergian sendiri, tapi ternyata kami dibawa ke tempat semacam travel shingga kami tetap mendapat harga turis. Kami ditawari untuk berkeliling Tonle Sap Lake, kompleks Angkor Wat, Old market, bahkan menjemput kami esok harinya ke hotel tempat kami menginap untuk diantarkan sampai perbatasan di Poipet. Tawaran menarik nih...begitu pikir kami saat itu. Kepalang basah, kami tetap maen tawar-menawar dengan karyawan travel itu dengan harga yang menurut kami masih pantas. Finally, kami mendapat harga US$ 60 per orang. Sudah termasuk tiket ke Tonle Sap Lake + tips, berkeliling Siem Reap menggunakan tuk-tuk, sampai ongkos taksi esok harinya sampai Poipet. Mungkin agak sedikit lebih mahal, tapi menurut saya harga itu masih tergolong murah dibanding dengan tarif total teman-teman blogger lain yang pernah menceritakan pada saya sebelumnya. Oh ya, turis Jepang tadi, Ashi Mouri, sudah berpisah sejak di tempat travel ini. Karena dia akan menginap selama 3 hari, jadi dia memiliki lebih banyak waktu dibandingkan kami.

Jadi, kami pergi berkeliling hari itu diantar oleh driver tuk-tuk yang bernama Dara. Oh ya, biar saya ceritakan dulu si Dara ini kayak apa. Laki-laki ini mungkin umurnya sekitar 20an awal dan ya ampun, dia sama sekali nggak bisa berbahasa Inggris, hanya bisa bahasa Khmer dan bahasa Tarzan. Jadilah kami seharian itu stres berjamaah, komunikasi pake bahasa Tarzan sehari penuh, haha. 

Tonle Sap Lake
Singkat kata kami pergi ke Tonle Sap Lake terlebih dahulu. Tiketnya US$ 20 per orang (tapi kami sudah membayar di awal pada karyawan travel tadi). Danau ini merupakan danau terluas se-Asia Tenggara. Kami berkeliling menggunakan kapal privat, hanya saya dan teman saya berdua bersama pengemudi kapal dan asistennya, berserta 1 orang pemandu yang bernama Widya (di Kamboja ini nama cowok lho). Menurut Widya (Alhamdulillah, dia bisa berbahasa Inggris), salah satu keistimewaan Tonle Sap ini adalah alirannya berubah arah 2x setiap tahun. Pada saat musim kemarau, sekitar bulan Nopember sampai Mei, aliran air mengarah ke Sungai Mekong, dan jika danau ini berubah menjadi kering, bisa benar-benar tampak seperti lautan pasir. Sedangkan pada musim penghujan pada bulan Juni sampai Oktober, aliran air berubah dari Sungai Mekong memasuki Danau Tonle Sap sehingga danau ini dipenuhi air dan penduduk danau akan kembali menghuni danau ini.

Salah satu rumah penduduk di atas Danau Tonle Sap
Gereja pun ada

Tempat pertemuan

Toko kelontong

Restoran

Restoran

Tempat menjual cinderamata dan penangkaran buaya
Sekolah

Kulit buaya ini entah dijual bakal apaan ya?
Penangkaran buaya

Oh ya, danau ini memang dihuni banyak penduduk. Mereka membuat rumah-rumah terapung, hidup dan beraktivitas disitu seperti gypsi. Mereka bersekolah, mencari uang, berbelanja, dan sebagainya di atas air. Kecuali pada saat melahirkan, mereka akan naek ke darat untuk pergi ke kota. Di tengah-tengah danau, terdapat semacam pasar besar tempat penangkaran buaya dan toko-toko tempat berjualan cinderamata. Sekolah-sekolah yang ada di atas danau pun beberapa ada yang merupakan bantuan dari negara lain, seperti Vietnam dan Korea Selatan. Satu hal yang saya puji dari danau ini, walau airnya tidak jernih, tapi tidak ada sampah yang saya temui di danau tersebut.

Angkor Wat 
Puas mengitari danau, kami segera bergegas pergi ke Kompleks Angkor Wat karena Angkor Wat tutup hanya sampai jam 17.30. Tiket masuknya US $ 20 untuk kunjungan selam a1 hari. Sebelummasukkami difoto terlebih dahulu, jadi foto kami terpampang di tiket masuk. 
 
Tiket masuk ke Angkor Wat

Kompleks Angkor Wat ini terdiri dari 3 kompleks candi, antara lain Angkor Wat itu sendiri, Angkor Thom (smiling Buddha), dan Ta Phrom (lokasi syuting Tomb Raider, yang ada akar-akar gedenya itu lho). Pertama kami datangi dulu lokasi Ta Phrom yang paling jauh, lalu ke Angkor Thom, terakhir barulah Angkor Wat.
Ta Phrom

Lara Croft was here before

Angkor Thom

Big face everywhere

Angkor Wat

Aangkor Wat

Selepas dari kompleks Angkor Wat, saya sibuk mencari tempat untuk shalat. Dari banyak referensi yang saya baca, di sekitar Angkor Wat ada tempat untuk shalat, hanya lebih dikenal dengan Moslem Temple. Sayangnya, waktu saya bertanya pada orang-orang disana, saya malah diarahkan untuk pergi ke kota. Oke, jadi sekalian saja kami pergi ke kota untuk check in di hotel yang kami tuju. Beruntunglah Dara (driver tuk-tuk kami yang kurang begitu mengerti daerah hotel kami), kami malah disasarkan ke daerah perkampungan muslim, yang pastinya ada masjid disitu. Saya sekalian shalat jamak Duhur dan Ashar di masjid sana. Bahkan kami sempat berkenalan dengan beberapa penduduk asli, Bapak Umar, Bapak Farid, dan Ustad Ismail. Mereka fasih berbahasa Melayu. Sayangnya, kadang bahasa Melayu terasa berbeda dengan Bahasa Indonesia, sehingga bagi kami tetap lebih mudah berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris dengan mereka. Mereka membantu kami berkomunikasi dengan Dara, bahkan membantu kami mencarikan alamat hotel kami. Saya serasa menemukan oase di tengah-tengah gurun. Merasa menemukan saudara seiman di negara orang. Adalah suatu kenikmatan tersendiri yang nggak pernah saya bayangkan sebelumnya, bahwa saya bisa shalat Maghrib berjamaah di masjid di negara orang dimana muslim merupakan minoritas. Alhamdulillah.

Malam itu kami memutuskan untuk menginap saja di Siem Reap. Mungkin bisa saja kami langsung pergi ke perbatasan di Poipet. Hanya imigrasi tutup jam 8 malam, dan situasi di Poipet menurut saya kurang kondusif untuk menginap. Kami menginap di Bou Savy Guest House di tengah Kota Siem Reap dengan tarif kamar US$ 15 (sudah termasuk tips). Oh ya, budaya negara ini salah satunya adalah para penawar jasa nggak akan sungkan-sungkan untuk meminta tip. Jadi saran saya, sebaiknya kita banyak menyediakan uang kecil untuk tip, agar nggak kere di kemudian hari, hehe. Guest house yang kami tempati sangat bagus, dengan kolam renang yang cantik (sayangnya, saya hanya semalam, dan besok pagi-pagi buta harus berangkat ke perbatasan Poipet). Kamar saya dilengkapi dengan televisi, AC, dan kamar mandi dalam dengan fasilitas air panas. 









Selesai mandi, kami memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel. Karena Dara dan tuk-tuk nya sudah saya minta untuk pergi, jadi kami berjalan kaki. Kami pergi ke Night Market dan Old Market, hanya sekitar 20 menit berjalan kaki. Tempat itu menawarkan banyak cinderamata, makanan, serta jasa pijat. Harga-harga tetap dibandrol dengan Dolar Amerika. Puas berjalan-jalan disitu, kami kembali ke hotel untuk siap dijemput dengan taksi esok paginya.
Night Market

...Bersambung...
Day 4 - Welcome Back in Bangkok - Chatuchak Weekend Market