Senin, 09 Juni 2014

Akan Selalu Datang Pagi Setelah Malam (Berburu Sunrise di Punthuk Setumbu)




Sand-boarding di Gumuk Pasir

Hari itu seperti hari2 biasanya di Yogyakarta. Saya yang sedang liburan di rumah Oma, nggak punya kesibukan yang berarti. Tapi tiba2 seorang teman menelepon dan dia bilang kalo dia lagi ada di Yogyakarta juga, dan pengen ngajakin jalan2 buat maen pasir. Iya...maen pasir. Tapi kali ini maen pasirnya di daerah Parang Tritis. Berkali2 saya ke daerah sana, tapi belom pernah mampit ke tempat gunung pasir itu. Nama tempatnya Gumuk Pasir.
                                                                      
Singkat kata, sampailah kami di daerah Parang Tritis. Lebih tepatnya sih di Pantai Depok. Kami berencana untuk makan siang dulu. Kami pergi belanja seafood disana. Macam2 yang kami beli, ada kerang (2 macam), cumi, udang tambak, dan kakap merah. Masing2 0,5 kg. Semua cukup ditebus dengan harga 105rb. Murah banget ya? Kalo beli di Surabaya, Cuma dapet udangnya doang kali,hehe. Setelah membeli ikan, kami pergi ke warung pinggir pantai untuk minta tolong dimasakin sesuai dengan menu yang kami mau. Kami cukup membayar dengan harga 85rb. Total 190rb untuk makan mewah berlima. Enak banget.


Setelah isi perut, kami langsung meluncur ke Gumuk Pasir. Tempatnya nggak terlalu besar. Tapi lokasi itu bisa dipakai buat maen sand-boarding atau malah foto pre-wedding. Waktu kami disana pun, tampak calon pengantin yang sedang melakukan sesi foto. Sekilas tempat ini mengingatkan saya dengan Segoro Wedi (Lautan Pasir) di Bromo. Ingat film Pasir Berbisik-nya Dian Sastro. Bedanya, Segoro Wedi ini pasirnya luaaaasss banget, sedangkan Gumuk Pasir berupa bukit kecil. Belakangan, sebelum saya meninggalkan tempat ini, ada seorang ibu (penduduk setempat) yang minta uang sumbangan seikhlasnya. Ternyata tempat itu memang nyaris saja ditiadakan oleh pemerintah, untuk tempat menanam cemara udang. Tapi penduduk setempat menolak dan inginmempertahankan Gumuk Pasir itu. Entahlah, apa hubungannya dengan kotak sumbangan yang disediakan disana. Apakah mereka membayar kepada pemerintah daerah atau kepada siapa untuk mempertahankan daerah itu? Entahlah...
 
 

Pantai Depok
Udah kayak cover album kenangan ga nih? :D


Skay as the background
Sampai Kota Yogyakarta sudah lepas Maghrib, kami memutuskan untuk makan Sate Klatak. Saya sih ho’oh-ho’oh aja. Dan begonya saya, udah nyampe TKP, barulah saya tahu kalo Sate Klatak itu dari kambing. Oh no banget ya...Tapi saya nyobain aja sekuat tenaga, dengan perbandingan secuil daging sate kambing + minimal 2 sendok makan nasi (biar ga begitu kerasa,haha). Finally, justru di suapan terakhir saya menyerah. Ternyata...saya emang ga doyan sama kambing :( Kami langsung pulang ke tempat masing-masing karena rencananya besok paginya kami berencana untuk berburu sunrise di Punthuk Setumbu Magelang.


 Sunrise di Punthuk Setumbu Magelang

Jam 3.30 pagi kami berangkat dari Yogyakarta menuju Punthuk Setumbu Magelang. Lokasinya sih di deket Candi Borobudur sekitar 5 km belok kiri. Sampai disana masih pukul 4.30 pagi, masih cukup untuk naek ke  puncak bukit untuk melihat sunrise. Tiket masuk untuk turis domestik sebesar 15rb, sedangkan untuk turis mancanegara 30rb. Naik ke puncak bukit dibutuhkan waktu ± 30 menit. Tidak terlalu menanjak memang, hanya perlu untuk sekali2 mengatur napas biar nggak terlalu capek.

Wajah2 masih separoh nyawa nih :D
Sisi lain Punthuk Setumbu. Reflection.
Jalan setapak ke puncak bukit


Sunrise
Borobudur di kejauhan

Sunrise terlihat sekitar pukul 5 pagi waktu itu. Matahari tepat muncul di tengah2 antara Gunung Merapi dan Merbabu. Persis khayalan saya dan mungkin sebagian besar anak2 SD laen waktu menggambar pemandangan gunung, haha. Dari tempat kami berpijak, sama2 di bawah tampak stupa2 Candi Borobudur. Cantik sekali. Nggak heran, kalo diantara kami semua yang datang ke sana waktu itu, lebih banyak terlihat turis mancanegar aalias bule daripada turis domestiknya.


Akan Selalu Datang Pagi Setelah Malam

Matahari pagi itu juga mengingatkan saya, bahwa matahari itu adalah matahari pertama di Bulan Juni, sekaligus menandakan bahwa hari ulang tahun seseorang sudah terlewati.  Tadinya saya mau menulis sesuatu di blog ini, tepat di akhir bulan Mei, tepat di hari ulang tahunnya, khusus buat dia. Tapi saya urungkan, dan malah menulis sekarang...itupun tentang Punthuk Setumbu, hehe. 

Betapa saya begitu menginginkan ada di sampingnya. Apalagi saat hari lahirnya. Betapa saya ingin memberikan kue ulang tahun dengan sebuah lilin di atasnya, bersama2 memanjatkan doa, menemaninya untuk make a wish dan meniup lilin kue ulang tahunnya. Tapi, apalah saya...apalah saya...
   
Ya, akan selalu datang pagi setelah malam. Demikian juga mungkin dengan segala kegalauan saya. Entah kapan saya berhenti memikirkan hal2 yang di luar kendali saya. Tapi saya yakin, suatu hari nanti saya bisa. Paling tidak berdamai dengan diri sendiri. Seperti halnya pagi yang datang setelah malam berakhir.

Akan ada pagi setelah malam