Senin, 12 Juni 2017

5 Hari 3 Negara (Part 2)

Ini hari kedua dari trip kali ini. Kali ini saya akan menceritakan tentang Phuket. Keinginan saya bertemu kembali dengan Sine, teman tempat ketawa-ketiwi dan berkeluh kesah walau kami beda negara. Dia jadi tempat berbicara yang nyaman untuk rahasia-rahasia saya, perasaan saya, waktu saya jatuh cinta, saya patah hati, bahkan saat saya jatuh cinta lagi, hehe. Tahun lalu, sebelum saya pergi meninggalkan Phuket, saya sempat berjanji pada Sine dan pada diri sendiri untuk kembali ke Phuket suatu hari lagi. Lagipula, saya juga belum sempat pergi ke pulau-pulau yang terkenal apik di sekelilingnya.

Sine, I’m Coming

Pagi pukul 9 waktu setempat, kami sudah tiba di Phuket Airport International. Langsung saja kami naik bus menuju ke kota. Biaya tetap saja, 100 baht. Bagi yang baru untuk pertama kali datang ke Phuket, untuk meuju bus ini mudah sekali, begitu keluar dari bandara, langsung berbelok sebelah kiri. Sudah ada busnya. Dan biasanya ada beberapa orang (mungkin semacam calo) sudah berdiri sambil membawa karton bertuliskan “Bus To Town B100”. Berhubung tiap saya jalan-jalan keluar negeri, saya selalu jadi fakir wifi alias bergantung total pada wifi, jadi sebelum meninggalkan bandara, saya menulis pesan untuk Sine agar menjemput kami di terminal. Lama perjalanan dari bandara ke kota sekitar 1 jam.
Bersama Sine. Kali ini kita nggak jadi cabe-cabean, saya bawa motor sendiri, hohoho

Setelah bertemu Sine, kami menuju tempat tinggalnya yang tidak begitu jauh dari Wat Chalong. Devi terpaksa naik ojek dan saya dibonceng Sine. Ini masih mending dibanding saat pertama saya kesini, seharian jadi cabe-cabean, bonceng bertiga dengan celana pendek, hahaha. Setelah meletakkan barang dan mandi (ya kami terakhir kali mandi di Indonesia kemarennya, yang artinya di Singapura nggak sempet mandi sama sekali), kami bertiga, Sine, Devi, dan saya pergi ke Chalong Beach, Rawai Beach,  dan tempat favorit saya untuk menikmati siang hari yang tidak begitu terik di Nai Harn Lake dan menikmati senja di Prom Thep Cape.
Saya dan Devi
Saya dan Sine
 
Bukit dari Prom Thep Cape

Nai Harn Lake yang sellau dirindukan

Uji nyali

Uji nyali 2

Hal favorit nomor 2 di Phuket setelah duduk di Nai Harn Lake, memandangi senja dari Prom Thep Cape


Saat malam kami mengunjungi Patong untuk sekedar menikmati suasana malam disana. Dan kami harus segera kembali ke rumah untuk beristirahat karena besok kami akan pergi ke Phi Phi Island.

:: to be continued ::

Tour ke Phi Phi Island dan James Bond Island ^

Rabu, 31 Mei 2017

5 Hari 3 Negara (Part 1)


*Trip ini sebenarnya sudah agak lama, pada pertengahan tahun 2016. Saya menulis ini dengan ingatan yang setengah-setengah dan dengan koleksi foto yang banyak hilang dari memori karena memori sempat rusak dan tidak banyak yang bisa dipulihkan, hiks.... *

Dalam 5 hari trip ini ada 3 negara yang saya datangi. Singapura - Thailand (Phuket) - Malaysia (Kuala Lumpur). Kebanyakan dari trip ini adalah mengunjungi teman-teman lama. Terhitung ini kali kedua saya mengunjungi Phuket. Selain penasaran dengan pulau-pulau di sekeliling Phuket yang belum sempat saya datangi pada saat kunjungan pertama, saya juga mau temu kangen dengan sahabat saya disini, Sine namanya. Dia warga Chiang Mai yang tinggal di Phuket. Kami berkenalan secara tak sengaja di bus dari airport menuju kota Phuket saat saya mengunjungi Phuket tahun lalu. Sejak saat itu kami berkeliling Phuket seharian dan tetap keep in touch walau dia di Phuket dan saya di Surabaya.

Galau Happy di Singapura

My fave landscape from The Shoppes - Marina Bay Sands Mall

Saya berdua dengan Devi, teman saya berangkat dari Surabaya menuju Phuket via Singapura. Sengaja kami transit dan memilih penerbangan esok paginya karena kami ingin menghabiskan waktu di Singapura. Kami tiba di Singapura siang, sekitar pukul 13.30 waktu setempat. Berhubung saya dipinjami kartu MRT teman saya dan isinya lumayan, saya nggak perlu top up lagi, setelah menitipkan tas kami ke penitipan barang di Departure Transit Lounge di level 2 dengan biaya 3 dollar (maklumin ya saya nulisnya pake ingatan yang udah nggak begitu kuat karena perginya udah beberapa bulan lalu).

Berhubung sudah beberapa kali Devi dan saya mengunjungi Singapura, maka tempat yang akan kami datangi kali ini inginnya berbeda dari yang biasanya. Jadi kami tidak akan mengunjungi Merlion ataupun Sentosa. Percaya atau nggak, kami hanya ingun duduk-duduk menikmati malam di dekat Marina Bay. Gimana? Udah keliatan belom galaunya kita?

First of all dari semua itu, kita menuju Bugis Street. Buat apaan? Ya buat belanja lah...wkwkwk. Berhubung Devi cukup baik bersedia untuk dititipin oleh-oleh segala jam tangan dan gantungan kunci, maka kamipun dengan tulus ikhlas ke Bugis Street sekaligus cari makan siang. Lepas dari Bugis kami menuju Chinese Garden di daerah Jurong East. Begitu kami turun dari MRT, kami berjalan kaki sekitar 500 meter untuk masuk ke dalam taman. Tidak ada tiket masuk alias gratis. Walau namanya Chinese Garden, tapi di sepanjang perjalanan, kami malah lebih banyak menemui orang India dibandingkan Chinese. Mungkin daerah ini termasuk kawasan India (di Singapura kan banyak sekali etnis).



Chinese Garden ini luas banget lho, kalo kita pengen memutari semuanya dengan puas, mungkin akan butuh setengah hari. Karena kami datangnya sudah sore dan sebelum gelap, kami langsung menuju pagoda, di tengah-tengah taman. Ada juga Japanese Garden yang lebih banyak didominasi bonsai. Sayangnya waktu kami sampai disana sudah tutup. Kami disana sampai matahari terbenam.

Lepas dari Chinese Garden, kami menuju The Shoppes. Maksud hati ingin ke Marina Bay dan naik ke atas Supertree Grove saat malam. Namun karena kami lebih mendahulukan kegalauan kami memandangi malam di Marina Bay, waktu kami sampai ke Supertree Grove, lagi-lagi lift untuk naik ke atas sudah tutup. Jadi kami lanjutkan lagi menggalaunya di daerah Garden By The Bay.

Gara-gara sok galau sambil liat beginian, kita ketinggalan lift ke atas Supertree Groove

Sebelum MRT berhenti beroperasi malam itu, kami segera kembali ke Changi Airport. Si Devi sudah waswas kuatir nggak bisa masuk ke dalam bandara karena penerbangan kami ke Phuket masih esok harinya. Tapi syukurlah hampir tengah malam kami diperbolehkan check in dan masuk. Sekarang saatnya mencari “tempat tidur” yang cukup nyaman di Changi Airport. Kami menuju area Movie Theatre di T2 level 3. Memang sih tempatnya agak bising, secara bioskop gitu. Tapi kami sengaja memilih tempat ini karena di depan bioskop ada area untuk duduk-duduk dan tempatnya relatif privat. Selain itu, di dekat situ ada Taman Bunga Matahari. Dan saya ingin sekali mengunjunginya pagi sekali sebelum kami terbang ke Phuket besoknya.

Sebelum check in dan boarding sempetin kemari dulu :D

:: to be continued ::
^ Sine, I'm Coming ^

Senin, 30 Januari 2017

And So....The New Adventure Begins

Awal tahun ini, aku sudah resmi menjadi seorang istri. Udah itu aja yang mau kutulis 😅







Rabu, 18 Januari 2017

New Life On 2017


Insyaallah akhir minggu ini, saya melepas masa jalang lajang. Setelah awal tahun lalu postingan ini diawali dengan kisah patah hati dan tahun-tahun sebelumnya juga diisi dengan cerita ala Oh Mama Oh Papa, insyaAllah saya sudah bertemu dengan jodoh saya. 

Mohon maaf jika memang di tahun 2016 sudah mulai jarang menulis blog (berasa yang baca udah beribu-ribu orang aja lagaknya), mungkin tahun 2017 malah bakal lebih jarang lagi. Yaaa diusahain dah tetep menulis, apalagi selama ini masih ada beberapa postingan yang kupending, hiks... Padahal pembaca setia ya saya sendiri, hehe...

Mohon doa restunya ya buat semuanya... ^^


PS :Btw, undangan online ini saya yang buat lho. Masih ada contoh-contoh lain. Feel free kalo mau menghubungi untuk diminta ngebuatin. Mumpung masih belum pasang tarif, hehe. Contact me, okay ? :)

:: what's next? ::

Selasa, 04 Oktober 2016

From Sunrise ‘Till Sunset at Yogyakarta


Ini cerita saya seharian di Jogja, mulai dari pagi-pagi buta hingga langit gelap. From sunrise ‘till sunset.

Menyapa Sunrise di Puncak Suroloyo

Salah satu tempat untuk menyapa matahari terbit di Yogyakarta adalah Puncak Suroloyo. Terletak di Perbukitan Menoreh Yogyakarta dengan ketinggian sekitar 1000 mdpl. Saya berangkat pukul 3 pagi dari tengah kota.
Untuk mencapai puncak Suroloyo, jalanan yang dilalui lumayan menanjak dan berkelok-kelok. Setelah sampai di tempat yang disediakan untuk parkir kendaraan, kita masih harus menapaki sekitar hampir 300 anak tangga untuk mencapai puncaknya.

Jalan menurun sepulang dari puncak Suroloyo

Di Puncak Suroloyo terdapat Sayangnya, karena tempo hari saya kesana saat musim hujan, begitu sampai puncak, turun gerimis, dan tentunya matahari terbit mungkin tidak bisa saya temui saat itu. Syukurlah, gerimis tidak terlalu lama, sehingga saya bisa menapaki anak tangga hingga puncak.

Di Puncak Suroloyo terdapat bangunan semacam pendopo, yang dinamakan Pertapaan Suroloyo. Dari atas sini, sebenarnya saya bisa melihat Candi Borobudur, sayang kabut sehabis hujan membuat pandangan terhalang. Namun, matahari terbit tetap bisa saya lihat dari atas sini, walaupun agak terlambat.

Negeri Suroloyo di atas awan

Hold Your Breath At The Top Of The Tree In Kalibiru

Masih di Perbukitan Menoreh, saya langsung menuju Desa Wisata Kalibiru di daerah Kulon Progo. Desa ini sudah mulai sering dikunjungi wisatawan, dan style foto yang sangat mainstream adalah...berfoto di atas pohon sambil menatap Waduk Sermo dari kejauhan. Saya pun nggak ketinggalan mencoba berfoto disana. Karena ramai, waktu itu saya antre sekitar 1 jam lebih. Setelah mendapat giliran untuk naik ke atas pohon, cukup 5-10 menit untuk bergaya macam-macam di atas sana.





Ada 3 spot foto. Makin jauh ke dalam daerah wisata makin murah tarifnya. Waktu itu saya memilih spot foto dengan tarif Rp.30.000,-. Itu spot foto yang paling dekat dari pintu masuk (berjalan kaki sekitar 20 menit agak menanjak). Sebelum naik, tentunya badan kita diikat dengan tali, dan sudah ada fotografer yang dari kejauhan akan mengambil foto-foto kita. Foto-foto itu bisa kita ambil melalui transfer hape atau flashdisk dengan tarif Rp.5.000,- per foto. Cukup murah menurut saya untuk pengalaman. Selain itu kita bisa mencoba permainan flying fox, naik jembatan gantung, atau bisa juga sekedar menikmati minuman hangat dari ketinggian.


Wish y ou were here
Menatap Senja di Selatan Yogyakarta

Tujuan saya terakhir di hari itu menuju Queen of Resort di daerah dekat Parangtritis. Bagian belakang dari resort itu menunjukkan keindahan senja. Pengunjung umum pun bisa masuk dan tidak harus menginap di resort tersebut. Sayangnya, karena situasi macet, saya agak terlambat memasuki resort tersebut. Senja sudah tampak saat saya mulai memasuki areanya.

Tidak ingin ketinggalan penampakan sunset, saya segera turun dari mobil di pinggir jalan menuju Queen of Resort. Saya kurang tau persisnya dimana. Yang jelas tempat saya berhenti saat itu adalah pinggir tebing pantai dan terdapat puing-puing bekas reruntuhan gedung. Walau terkesan tidak teratur dan  ditinggalkan, masih ada kecantikan yang tersisa disitu. Hari itu perjalanan saya, saya akhiri di selatan Yogyakarta untuk saya lanjutkan esok harinya.


Gunung Api Purba Ngelanggeran

Ada beberapa destinasi yang saya rencanakan akan saya datangi hari ini. Yang pertama adalah Gunung Api Purba Ngelanggeran. Dataran tinggi dan perbukitan dengan tebing-tebing batu kokoh yang tegak menjulang vertikal. Saya naik lumayan tinggi, walau tidak sampai puncak. Sengaja begitu, karena disamping lelah, saya juga harus mengejar waktu karena ada 2 tempat lagi yang ingin saya kunjungi.




Itu yg papan paling bawah kayak nama gunung Sun Go Kong

Superwoman

Kebun Buah Ngelanggeran

Ini tempat kedua. Dan ketika saya sampai disini, matahari tepat panas-panasnya di tengah ubun-ubun. Memang salah strategi sih, karena sebenarnya waktu terbaik mengunjungi tempat ini justru sore hari untuk menikmati matahari tenggelam. Pemandangan lain yang bisa kita nikmati dari tempat ini adalah Embung Ngelanggeran. Embung itu seperti kolam besar, yaaaa...mirip danau lah. Namun saya disini juga tidak terlalu lama....nggak kuat panasnya, hohoho







Hutan Pinus Wisata Alam Puncak Becici


Ini tempat yang saya rencanakan untuk tempat bersantai hingga sore. Terkabullah keinginan saya, karena justru saat saya baru memasuki tempat ini, hujan turun cukup deras. Saya yang tadinya menikmati secangkir kopi panas di salah satu warung disitu terpaksa harus kembali dan berdiam saja di dalam mobil. Beruntung hujan tidak turun terlalu lama. Di hutan pinus ini sebenarnya tidak terlalu banyak tempat yang bisa dilihat. Hanya pohon pinus saja (ya iyalah...namanya juga hutan pinus, nah elu mau ngeliat apaan lagi, neng?). Hanya saja, jika pintar mengambil sudut dalam memotret, kita bisa mendapat hasil yang wow. Ada juga tempat pijakan kayu di atas pohon (mirip seperti di Kalibiru) jika ingin melihat pemandangan dari atas pohon pinus.





Yogya. Saya malah sering banget datang ke tempat ini. Bisa sebulan atau dua bulan sekali. Sebenarnya bukan kota baru. Tapi selalu ada hal baru yang bisa kamu lakukan di Yogya :)

Gerbang Masjid UGM, akhir jalan-jalan saya hari itu


What's Next??

Jumat, 16 September 2016

Same Old Brand


Sepenggal kisah dari ulang taun saya kemaren.

Tanggal 14 September kemaren, saya berulang tahun. Alhamdulillah saya masih diberi umur dan diberi sehat. Saya punya keluarga dan teman-teman kesayangan dengan segala ucapan dan doa-doa baik. Saya punya pekerjaan, punya tempat tinggal (walaupun itu masih ngekos), dan tidak ada kekhawatiran mau makan apa untuk hari ini, juga insyaallah untuk besok, dan lusa. Alhamdulillah, kalo kata artikel yang saya baca, saya cukup kaya diantara penduduk-penduduk dunia. Tapi kadang memang selalu ada aja yang sedikit mengusik di hari bahagia saya tempo hari. Yaitu dorongan untuk menikah. Sungguh...saya sangat menghargai dan berterima kasih jika ada yang mendoakan "Semoga dekat jodohnya ya", "Semoga cepat menikah", semoga ini semoga itu...tapi alangkah berbedanya jika segenap doa dan motivasi itu dibungkus dengan kalimat seperti ini, "Ayo, kapan nikah", "Cepat nikah dong...buruan tunggu apa", atau “Kapan nikah? Aku aja sudah begini begitu...si ini sudah begini begitu...”...dll dll dll bla bla bla (see the difference?) *dan tiba-tiba tulisan terlihat burem ga kebaca (males), hehehehe

Sungguh, saya malas membaca atau mendengar seperti itu. Hell to the lho....heellooowww pemirsaaaa....yang ngomong gitu kan bukan sebiji dua biji, bukan sekali dua kali...lama-lama panca indera yang resisten denger begitu sih ya jengah juga. Kadang saya bisa cuek, tapi apalah saya yang hanya seorang manusia biasa, kadang urat cuek saya bisa putus waktu mengalami kayak begitu.

Kadang itu bukan untuk saya yang belum menikah. Itu mungkin juga dialami dengan orang yang sedang berjuang ingin punya anak, berjuang ingin dapat pekerjaan yang baik, atau berjuang yang lain-lain. Bayangkan betapa sepetnya pikiran mereka jika orang-orang bilang seperti ini, “Ayo cepetan punya anak, aku aja anaknya udah 2,  si onoh anaknya udah SD”, atau “Kamu disini-sini aja sih, ya nggak bakal dapet kerjaan yang enak”. Apa nggak pengen digampar?

Duhai manusia-manusia di luar sana yang hati dan pikirannya cupet, emang dikata cari jodoh, dapet anak, dapet kerjaan bagus, dll itu kayak beli nasi pecel. Kamu laper, noh tinggal jalan ke warung depan beli pecel.

:: what's next? ::