Kamis, 25 September 2014

My Birthday Trip (Indonesia, Singapore, Thailand, and Cambodia) - Part 3



Day 3 – One Day in Cambodia

Pintu gerbang Kamboja
Pagi itu, kami masih terbangun di Guest House Aran-Mammos di Aranyaprathet – Thailand. Setelah mengambil jatah sarapan di guest house dan (lagi-lagi) membeli sarapan di 7eleven, kami bersiap pergi ke perbatasan dengan naek truk. Hah? Kenapa truk? Karena truk lebih murah dengan tarif 15 baht per orang. Kalau tarif tuk-tuk sekitar 40-50 baht per orang. Jadi, kami sepakat untuk memilih naek truk. Truk-nya berbentuk seperti pick-up besar dengan tempat duduk di belakang berhadap-hadapan. Ternyata banyak juga yang memilih untuk naek truk seperti kami, hehe.
 
Ini truk untuk pergi ke perbatasan di Aranyaprathet
Jarak guest house ke perbatasan sekitar 15 menit. Perbatasan ini berupa pasar yang bersebelahan langsung dengan imigrasi Thailand. Setelah melewati perbatasan Thailand, kami masuk gerbang negara Kamboja, tepatnya Kota Poipet. Dalam hati bersorak...horeee...akhirnya nyampe sini juga. Lalu masuk ke imigrasi Kamboja. Buseeettt....beda banget sama imigrasi Thailand. Imigrasi Kamboja ini cenderung (maaf) bobrok untuk ukuran kantor imigrasi. Kecil, panas, pengap rasanya. Tapi siapa yang peduli akan hal itu, pikiran saya saat itu, segera menuju kota Siem Reap tempat dimana Kompleks Angkor Wat berada.
Gerbang Provinsi Sakaeo

Suasana pasar di perbatasan

Jalan masuk menuju imigrasi Thailand

Satu hal yang saya khawatirkan dari Kamboja adalah banyaknya penipuan di negara ini. Banyak referensi yang saya baca...dan ya ampun...ngeri-ngeri beritanya. Mahal banget. Termasuk salah satu blogger yang saya hubungi, dia kena kira-kira US$ 1000 mulai dari Poipet, keliling Siem Reap (Angkor Wat), dan kembali lagi ke Poipet. Otak saya langsung seperti kalkulator mendadak. US$ 1000, dengan kurs saat itu Rp. 11.775,- itu berarti 11 juta lebih. Hanya untuk sehari penuh? Alamakjang...itu sih namanya bukan penipuan lagi, itu perampokan namanya. Jadi, saat saya masuk kota ini, terus terang saya agak was-was. Maklum uang yang kami bawa pas-pasan. Hanya cukup untuk sehari saja.

Begitu kami keluar dari imigrasi Kamboja, kami langsung disuguhi oleh pemandangan kota yang berdebu, agak sedikit kumuh, beda jauh jika dibandingkan Bangkok. Namun, walaupun seperti itu, disitu berdiri berderet-deret hotel dan kasino. Bener-bener kontras. 
 
Salah satu kasino di perbatasan Poipet

 
Shuttle bus di Poipet


Kami ditawari untuk naik shuttle bus gratis ke tempat taksi. Bus yang saya tunggu di situ ternyata baru datang sekitar pukul 11.00 dengan waktu tempuh ke Siem Reap sekitar 3-4 jam. Pikir saya saat itu, nyaris nggak ada waktu kalo saya nunggu bus. Akhirnya saya pergi naek shuttle bus itu. Disitu hanya ada 3 orang, yaitu saya dan teman saya, lalu satu turis Jepang. Saya hapal wajahnya, karena kemaren dia pun satu bus dari Bangkok bersama kami. Sampailah kami di Poipet Tourist Passenger International Terminal. Disitu kami disarankan untuk menukarkan uang kami dalam bentuk Riel karena harga barang-barang nanti jatuhnya akan lebih murah. Oh ya, di Kamboja walau mata uang resminya adalah Riel, bahkan ada beberapa barang yang bisa dibeli dengan Ringgit Malaysia, namun banyak harga barang dan tarif apapun yang dibandrol dengan Dolar Amerika. Sehingga kami memutuskan untuk memegang uang dolar amerika saja agar lebih praktis.
Taksi kami untuk menuju kota Siem Reap

Ki-Ka : saya, Nunu, dan Ashi Mouri

Kami naek taksi dari terminal ke Siem Reap dengan tarif US$ 48. Karena kami bertiga (akhirnya kami pergi bersama dengan turis dari Jepang itu), kami share ongkos taksi. Kami sampai kota Siem Reap hanya dalam waktu 2 jam saja. Disinilah letak kesalahan kami. Awalnya kami mau bepergian sendiri, tapi ternyata kami dibawa ke tempat semacam travel shingga kami tetap mendapat harga turis. Kami ditawari untuk berkeliling Tonle Sap Lake, kompleks Angkor Wat, Old market, bahkan menjemput kami esok harinya ke hotel tempat kami menginap untuk diantarkan sampai perbatasan di Poipet. Tawaran menarik nih...begitu pikir kami saat itu. Kepalang basah, kami tetap maen tawar-menawar dengan karyawan travel itu dengan harga yang menurut kami masih pantas. Finally, kami mendapat harga US$ 60 per orang. Sudah termasuk tiket ke Tonle Sap Lake + tips, berkeliling Siem Reap menggunakan tuk-tuk, sampai ongkos taksi esok harinya sampai Poipet. Mungkin agak sedikit lebih mahal, tapi menurut saya harga itu masih tergolong murah dibanding dengan tarif total teman-teman blogger lain yang pernah menceritakan pada saya sebelumnya. Oh ya, turis Jepang tadi, Ashi Mouri, sudah berpisah sejak di tempat travel ini. Karena dia akan menginap selama 3 hari, jadi dia memiliki lebih banyak waktu dibandingkan kami.

Jadi, kami pergi berkeliling hari itu diantar oleh driver tuk-tuk yang bernama Dara. Oh ya, biar saya ceritakan dulu si Dara ini kayak apa. Laki-laki ini mungkin umurnya sekitar 20an awal dan ya ampun, dia sama sekali nggak bisa berbahasa Inggris, hanya bisa bahasa Khmer dan bahasa Tarzan. Jadilah kami seharian itu stres berjamaah, komunikasi pake bahasa Tarzan sehari penuh, haha. 

Tonle Sap Lake
Singkat kata kami pergi ke Tonle Sap Lake terlebih dahulu. Tiketnya US$ 20 per orang (tapi kami sudah membayar di awal pada karyawan travel tadi). Danau ini merupakan danau terluas se-Asia Tenggara. Kami berkeliling menggunakan kapal privat, hanya saya dan teman saya berdua bersama pengemudi kapal dan asistennya, berserta 1 orang pemandu yang bernama Widya (di Kamboja ini nama cowok lho). Menurut Widya (Alhamdulillah, dia bisa berbahasa Inggris), salah satu keistimewaan Tonle Sap ini adalah alirannya berubah arah 2x setiap tahun. Pada saat musim kemarau, sekitar bulan Nopember sampai Mei, aliran air mengarah ke Sungai Mekong, dan jika danau ini berubah menjadi kering, bisa benar-benar tampak seperti lautan pasir. Sedangkan pada musim penghujan pada bulan Juni sampai Oktober, aliran air berubah dari Sungai Mekong memasuki Danau Tonle Sap sehingga danau ini dipenuhi air dan penduduk danau akan kembali menghuni danau ini.

Salah satu rumah penduduk di atas Danau Tonle Sap
Gereja pun ada

Tempat pertemuan

Toko kelontong

Restoran

Restoran

Tempat menjual cinderamata dan penangkaran buaya
Sekolah

Kulit buaya ini entah dijual bakal apaan ya?
Penangkaran buaya

Oh ya, danau ini memang dihuni banyak penduduk. Mereka membuat rumah-rumah terapung, hidup dan beraktivitas disitu seperti gypsi. Mereka bersekolah, mencari uang, berbelanja, dan sebagainya di atas air. Kecuali pada saat melahirkan, mereka akan naek ke darat untuk pergi ke kota. Di tengah-tengah danau, terdapat semacam pasar besar tempat penangkaran buaya dan toko-toko tempat berjualan cinderamata. Sekolah-sekolah yang ada di atas danau pun beberapa ada yang merupakan bantuan dari negara lain, seperti Vietnam dan Korea Selatan. Satu hal yang saya puji dari danau ini, walau airnya tidak jernih, tapi tidak ada sampah yang saya temui di danau tersebut.

Angkor Wat 
Puas mengitari danau, kami segera bergegas pergi ke Kompleks Angkor Wat karena Angkor Wat tutup hanya sampai jam 17.30. Tiket masuknya US $ 20 untuk kunjungan selam a1 hari. Sebelummasukkami difoto terlebih dahulu, jadi foto kami terpampang di tiket masuk. 
 
Tiket masuk ke Angkor Wat

Kompleks Angkor Wat ini terdiri dari 3 kompleks candi, antara lain Angkor Wat itu sendiri, Angkor Thom (smiling Buddha), dan Ta Phrom (lokasi syuting Tomb Raider, yang ada akar-akar gedenya itu lho). Pertama kami datangi dulu lokasi Ta Phrom yang paling jauh, lalu ke Angkor Thom, terakhir barulah Angkor Wat.
Ta Phrom

Lara Croft was here before

Angkor Thom

Big face everywhere

Angkor Wat

Aangkor Wat

Selepas dari kompleks Angkor Wat, saya sibuk mencari tempat untuk shalat. Dari banyak referensi yang saya baca, di sekitar Angkor Wat ada tempat untuk shalat, hanya lebih dikenal dengan Moslem Temple. Sayangnya, waktu saya bertanya pada orang-orang disana, saya malah diarahkan untuk pergi ke kota. Oke, jadi sekalian saja kami pergi ke kota untuk check in di hotel yang kami tuju. Beruntunglah Dara (driver tuk-tuk kami yang kurang begitu mengerti daerah hotel kami), kami malah disasarkan ke daerah perkampungan muslim, yang pastinya ada masjid disitu. Saya sekalian shalat jamak Duhur dan Ashar di masjid sana. Bahkan kami sempat berkenalan dengan beberapa penduduk asli, Bapak Umar, Bapak Farid, dan Ustad Ismail. Mereka fasih berbahasa Melayu. Sayangnya, kadang bahasa Melayu terasa berbeda dengan Bahasa Indonesia, sehingga bagi kami tetap lebih mudah berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris dengan mereka. Mereka membantu kami berkomunikasi dengan Dara, bahkan membantu kami mencarikan alamat hotel kami. Saya serasa menemukan oase di tengah-tengah gurun. Merasa menemukan saudara seiman di negara orang. Adalah suatu kenikmatan tersendiri yang nggak pernah saya bayangkan sebelumnya, bahwa saya bisa shalat Maghrib berjamaah di masjid di negara orang dimana muslim merupakan minoritas. Alhamdulillah.

Malam itu kami memutuskan untuk menginap saja di Siem Reap. Mungkin bisa saja kami langsung pergi ke perbatasan di Poipet. Hanya imigrasi tutup jam 8 malam, dan situasi di Poipet menurut saya kurang kondusif untuk menginap. Kami menginap di Bou Savy Guest House di tengah Kota Siem Reap dengan tarif kamar US$ 15 (sudah termasuk tips). Oh ya, budaya negara ini salah satunya adalah para penawar jasa nggak akan sungkan-sungkan untuk meminta tip. Jadi saran saya, sebaiknya kita banyak menyediakan uang kecil untuk tip, agar nggak kere di kemudian hari, hehe. Guest house yang kami tempati sangat bagus, dengan kolam renang yang cantik (sayangnya, saya hanya semalam, dan besok pagi-pagi buta harus berangkat ke perbatasan Poipet). Kamar saya dilengkapi dengan televisi, AC, dan kamar mandi dalam dengan fasilitas air panas. 









Selesai mandi, kami memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel. Karena Dara dan tuk-tuk nya sudah saya minta untuk pergi, jadi kami berjalan kaki. Kami pergi ke Night Market dan Old Market, hanya sekitar 20 menit berjalan kaki. Tempat itu menawarkan banyak cinderamata, makanan, serta jasa pijat. Harga-harga tetap dibandrol dengan Dolar Amerika. Puas berjalan-jalan disitu, kami kembali ke hotel untuk siap dijemput dengan taksi esok paginya.
Night Market

...Bersambung...
Day 4 - Welcome Back in Bangkok - Chatuchak Weekend Market

Tidak ada komentar:

Posting Komentar