Day 3 – One Day in Cambodia
Pintu gerbang Kamboja |
Pagi itu, kami masih terbangun di
Guest House Aran-Mammos di Aranyaprathet – Thailand. Setelah mengambil jatah
sarapan di guest house dan (lagi-lagi) membeli sarapan di 7eleven, kami bersiap
pergi ke perbatasan dengan naek truk. Hah? Kenapa truk? Karena truk lebih murah
dengan tarif 15 baht per orang. Kalau tarif tuk-tuk sekitar 40-50 baht per
orang. Jadi, kami sepakat untuk memilih naek truk. Truk-nya berbentuk seperti
pick-up besar dengan tempat duduk di belakang berhadap-hadapan. Ternyata banyak
juga yang memilih untuk naek truk seperti kami, hehe.
Jarak guest house ke perbatasan
sekitar 15 menit. Perbatasan ini berupa pasar yang bersebelahan langsung dengan
imigrasi Thailand. Setelah melewati perbatasan Thailand, kami masuk gerbang
negara Kamboja, tepatnya Kota Poipet. Dalam hati bersorak...horeee...akhirnya
nyampe sini juga. Lalu masuk ke imigrasi Kamboja. Buseeettt....beda banget sama
imigrasi Thailand. Imigrasi Kamboja ini cenderung (maaf) bobrok untuk ukuran
kantor imigrasi. Kecil, panas, pengap rasanya. Tapi siapa yang peduli akan hal
itu, pikiran saya saat itu, segera menuju kota Siem Reap tempat dimana Kompleks
Angkor Wat berada.
Satu hal yang saya khawatirkan
dari Kamboja adalah banyaknya penipuan di negara ini. Banyak referensi yang
saya baca...dan ya ampun...ngeri-ngeri beritanya. Mahal banget. Termasuk salah
satu blogger yang saya hubungi, dia kena kira-kira US$ 1000 mulai dari Poipet,
keliling Siem Reap (Angkor Wat), dan kembali lagi ke Poipet. Otak saya langsung
seperti kalkulator mendadak. US$ 1000, dengan kurs saat itu Rp. 11.775,- itu
berarti 11 juta lebih. Hanya untuk sehari penuh? Alamakjang...itu sih namanya
bukan penipuan lagi, itu perampokan namanya. Jadi, saat saya masuk kota ini,
terus terang saya agak was-was. Maklum uang yang kami bawa pas-pasan. Hanya
cukup untuk sehari saja.
Begitu kami keluar dari imigrasi
Kamboja, kami langsung disuguhi oleh pemandangan kota yang berdebu, agak
sedikit kumuh, beda jauh jika dibandingkan Bangkok. Namun, walaupun seperti
itu, disitu berdiri berderet-deret hotel dan kasino. Bener-bener kontras.
Kami ditawari untuk naik shuttle bus gratis ke tempat taksi. Bus yang saya tunggu di situ ternyata baru datang sekitar pukul 11.00 dengan waktu tempuh ke Siem Reap sekitar 3-4 jam. Pikir saya saat itu, nyaris nggak ada waktu kalo saya nunggu bus. Akhirnya saya pergi naek shuttle bus itu. Disitu hanya ada 3 orang, yaitu saya dan teman saya, lalu satu turis Jepang. Saya hapal wajahnya, karena kemaren dia pun satu bus dari Bangkok bersama kami. Sampailah kami di Poipet Tourist Passenger International Terminal. Disitu kami disarankan untuk menukarkan uang kami dalam bentuk Riel karena harga barang-barang nanti jatuhnya akan lebih murah. Oh ya, di Kamboja walau mata uang resminya adalah Riel, bahkan ada beberapa barang yang bisa dibeli dengan Ringgit Malaysia, namun banyak harga barang dan tarif apapun yang dibandrol dengan Dolar Amerika. Sehingga kami memutuskan untuk memegang uang dolar amerika saja agar lebih praktis.
Salah satu kasino di perbatasan Poipet |
Shuttle bus di Poipet |
Kami ditawari untuk naik shuttle bus gratis ke tempat taksi. Bus yang saya tunggu di situ ternyata baru datang sekitar pukul 11.00 dengan waktu tempuh ke Siem Reap sekitar 3-4 jam. Pikir saya saat itu, nyaris nggak ada waktu kalo saya nunggu bus. Akhirnya saya pergi naek shuttle bus itu. Disitu hanya ada 3 orang, yaitu saya dan teman saya, lalu satu turis Jepang. Saya hapal wajahnya, karena kemaren dia pun satu bus dari Bangkok bersama kami. Sampailah kami di Poipet Tourist Passenger International Terminal. Disitu kami disarankan untuk menukarkan uang kami dalam bentuk Riel karena harga barang-barang nanti jatuhnya akan lebih murah. Oh ya, di Kamboja walau mata uang resminya adalah Riel, bahkan ada beberapa barang yang bisa dibeli dengan Ringgit Malaysia, namun banyak harga barang dan tarif apapun yang dibandrol dengan Dolar Amerika. Sehingga kami memutuskan untuk memegang uang dolar amerika saja agar lebih praktis.
Kami naek taksi dari terminal ke
Siem Reap dengan tarif US$ 48. Karena kami bertiga (akhirnya kami pergi bersama
dengan turis dari Jepang itu), kami share ongkos taksi. Kami sampai kota Siem
Reap hanya dalam waktu 2 jam saja. Disinilah letak kesalahan kami. Awalnya kami
mau bepergian sendiri, tapi ternyata kami dibawa ke tempat semacam travel
shingga kami tetap mendapat harga turis. Kami ditawari untuk berkeliling Tonle
Sap Lake, kompleks Angkor Wat, Old market, bahkan menjemput kami esok harinya
ke hotel tempat kami menginap untuk diantarkan sampai perbatasan di Poipet.
Tawaran menarik nih...begitu pikir kami saat itu. Kepalang basah, kami tetap
maen tawar-menawar dengan karyawan travel itu dengan harga yang menurut kami
masih pantas. Finally, kami mendapat harga US$ 60 per orang. Sudah termasuk
tiket ke Tonle Sap Lake + tips, berkeliling Siem Reap menggunakan tuk-tuk,
sampai ongkos taksi esok harinya sampai Poipet. Mungkin agak sedikit lebih
mahal, tapi menurut saya harga itu masih tergolong murah dibanding dengan tarif
total teman-teman blogger lain yang pernah menceritakan pada saya sebelumnya.
Oh ya, turis Jepang tadi, Ashi Mouri, sudah berpisah sejak di tempat travel
ini. Karena dia akan menginap selama 3 hari, jadi dia memiliki lebih banyak
waktu dibandingkan kami.
Jadi, kami pergi berkeliling hari
itu diantar oleh driver tuk-tuk yang bernama Dara. Oh ya, biar saya ceritakan
dulu si Dara ini kayak apa. Laki-laki ini mungkin umurnya sekitar 20an awal dan
ya ampun, dia sama sekali nggak bisa berbahasa Inggris, hanya bisa bahasa Khmer
dan bahasa Tarzan. Jadilah kami seharian itu stres berjamaah, komunikasi pake
bahasa Tarzan sehari penuh, haha.
Tonle Sap Lake
Singkat kata kami pergi ke Tonle
Sap Lake terlebih dahulu. Tiketnya US$ 20 per orang (tapi kami sudah membayar
di awal pada karyawan travel tadi). Danau ini merupakan danau terluas se-Asia
Tenggara. Kami berkeliling menggunakan kapal privat, hanya saya dan teman saya
berdua bersama pengemudi kapal dan asistennya, berserta 1 orang pemandu yang
bernama Widya (di Kamboja ini nama cowok lho). Menurut Widya (Alhamdulillah, dia
bisa berbahasa Inggris), salah satu keistimewaan Tonle Sap ini adalah alirannya
berubah arah 2x setiap tahun. Pada saat musim kemarau, sekitar bulan Nopember
sampai Mei, aliran air mengarah ke Sungai Mekong, dan jika danau ini berubah
menjadi kering, bisa benar-benar tampak seperti lautan pasir. Sedangkan pada
musim penghujan pada bulan Juni sampai Oktober, aliran air berubah dari Sungai
Mekong memasuki Danau Tonle Sap sehingga danau ini dipenuhi air dan penduduk
danau akan kembali menghuni danau ini.
Salah satu rumah penduduk di atas Danau Tonle Sap |
Gereja pun ada |
Tempat pertemuan |
Toko kelontong |
Restoran |
Restoran |
Tempat menjual cinderamata dan penangkaran buaya |
Sekolah |
Kulit buaya ini entah dijual bakal apaan ya? |
Penangkaran buaya |
Oh ya, danau ini memang dihuni
banyak penduduk. Mereka membuat rumah-rumah terapung, hidup dan beraktivitas
disitu seperti gypsi. Mereka bersekolah, mencari uang, berbelanja, dan
sebagainya di atas air. Kecuali pada saat melahirkan, mereka akan naek ke darat
untuk pergi ke kota. Di tengah-tengah danau, terdapat semacam pasar besar tempat
penangkaran buaya dan toko-toko tempat berjualan cinderamata. Sekolah-sekolah
yang ada di atas danau pun beberapa ada yang merupakan bantuan dari negara
lain, seperti Vietnam dan Korea Selatan. Satu hal yang saya puji dari danau ini,
walau airnya tidak jernih, tapi tidak ada sampah yang saya temui di danau
tersebut.
Angkor Wat
Puas mengitari danau, kami segera
bergegas pergi ke Kompleks Angkor Wat karena Angkor Wat tutup hanya sampai jam
17.30. Tiket masuknya US $ 20 untuk kunjungan selam a1 hari. Sebelummasukkami
difoto terlebih dahulu, jadi foto kami terpampang di tiket masuk.
Kompleks Angkor Wat ini terdiri dari 3 kompleks candi, antara lain Angkor Wat itu sendiri, Angkor Thom (smiling Buddha), dan Ta Phrom (lokasi syuting Tomb Raider, yang ada akar-akar gedenya itu lho). Pertama kami datangi dulu lokasi Ta Phrom yang paling jauh, lalu ke Angkor Thom, terakhir barulah Angkor Wat.
Tiket masuk ke Angkor Wat |
Kompleks Angkor Wat ini terdiri dari 3 kompleks candi, antara lain Angkor Wat itu sendiri, Angkor Thom (smiling Buddha), dan Ta Phrom (lokasi syuting Tomb Raider, yang ada akar-akar gedenya itu lho). Pertama kami datangi dulu lokasi Ta Phrom yang paling jauh, lalu ke Angkor Thom, terakhir barulah Angkor Wat.
Selepas dari kompleks Angkor Wat,
saya sibuk mencari tempat untuk shalat. Dari banyak referensi yang saya baca,
di sekitar Angkor Wat ada tempat untuk shalat, hanya lebih dikenal dengan
Moslem Temple. Sayangnya, waktu saya bertanya pada orang-orang disana, saya
malah diarahkan untuk pergi ke kota. Oke, jadi sekalian saja kami pergi ke kota
untuk check in di hotel yang kami tuju. Beruntunglah Dara (driver tuk-tuk kami
yang kurang begitu mengerti daerah hotel kami), kami malah disasarkan ke daerah
perkampungan muslim, yang pastinya ada masjid disitu. Saya sekalian shalat
jamak Duhur dan Ashar di masjid sana. Bahkan kami sempat berkenalan dengan
beberapa penduduk asli, Bapak Umar, Bapak Farid, dan Ustad Ismail. Mereka fasih
berbahasa Melayu. Sayangnya, kadang bahasa Melayu terasa berbeda dengan Bahasa
Indonesia, sehingga bagi kami tetap lebih mudah berkomunikasi menggunakan
Bahasa Inggris dengan mereka. Mereka membantu kami berkomunikasi dengan Dara,
bahkan membantu kami mencarikan alamat hotel kami. Saya serasa menemukan oase
di tengah-tengah gurun. Merasa menemukan saudara seiman di negara orang. Adalah
suatu kenikmatan tersendiri yang nggak pernah saya bayangkan sebelumnya, bahwa
saya bisa shalat Maghrib berjamaah di masjid di negara orang dimana muslim
merupakan minoritas. Alhamdulillah.
Malam itu kami memutuskan untuk menginap
saja di Siem Reap. Mungkin bisa saja kami langsung pergi ke perbatasan di
Poipet. Hanya imigrasi tutup jam 8 malam, dan situasi di Poipet menurut saya
kurang kondusif untuk menginap. Kami menginap di Bou Savy Guest House di tengah
Kota Siem Reap dengan tarif kamar US$ 15 (sudah termasuk tips). Oh ya, budaya
negara ini salah satunya adalah para penawar jasa nggak akan sungkan-sungkan
untuk meminta tip. Jadi saran saya, sebaiknya kita banyak menyediakan uang
kecil untuk tip, agar nggak kere di kemudian hari, hehe. Guest house yang kami
tempati sangat bagus, dengan kolam renang yang cantik (sayangnya, saya hanya
semalam, dan besok pagi-pagi buta harus berangkat ke perbatasan Poipet). Kamar
saya dilengkapi dengan televisi, AC, dan kamar mandi dalam dengan fasilitas air
panas.
Selesai mandi, kami memutuskan
untuk berjalan-jalan di sekitar hotel. Karena Dara dan tuk-tuk nya sudah saya
minta untuk pergi, jadi kami berjalan kaki. Kami pergi ke Night Market dan Old
Market, hanya sekitar 20 menit berjalan kaki. Tempat itu menawarkan banyak
cinderamata, makanan, serta jasa pijat. Harga-harga tetap dibandrol dengan
Dolar Amerika. Puas berjalan-jalan disitu, kami kembali ke hotel untuk siap
dijemput dengan taksi esok paginya.
...Bersambung...
Day 4 - Welcome Back in Bangkok - Chatuchak Weekend Market
Tidak ada komentar:
Posting Komentar