Hutan Monyet Pusuk |
Hari itu dimulai dengan sarapan
salah satu kuliner khas Lombok, yaitu Nasi Puyung. Nasi ini terdiri dari ayam
suwir pedas, belut goreng, kering kentang dan kedelai goreng. Untuk penyuka
kuliner pedas, pasti suka banget sama kuliner Nasi Puyung ini. Setelah sarapan, kami menuju ke
daerah Senaru, di dekat pos pendakian Gunung Rinjani. Air terjun yang akan kami
datangi memang terletak di kaki gunung tersebut. Saat menuju Senaru, kami
melewati Hutan Pusuk, kawasan puncak yang banyak sekali didiami oleh monyet2
liar. Kami sempatkan berhenti sejenak untuk memberi makan sekedarnya. Jelas
sekedarnya, karena saat itu kami nggak membawa makanan yang layak untuk monyet,
jadi monyet2 itu kami beri makan biskuit dan juga pie susu dari Bali (malah
lebih istimewa, haha).
Setelah itu kami melanjutkan
perjalanan kembali menuju Air Terjun Sendang Gile. Medan untuk menuju air terjun
ini nggak begitu susah, sudah dibentuk tangga2 menuju air terjun. Berjalan dari
gerbang masuk hanya sekitar 20-30 menit saja. Air terjun Sendang Gile terdiri
dari 2 tingkatan, disini letak uniknya. Kami nggak terlalu lama berada disini
karena kami harus meneruskan perjalanan lagi menuju Air terjun Tiu Kelep.
Air
terjun ini berada sedikit di atas Sendang Gile. Namun medan yang menuju ke Tiu
Kelep tidak semudah Sendang Gile, harus menyeberang sungai2. Woaaahhh...saya
nggak sabar untuk sampai kesana.
Gerbang Masuk Air Terjun Sendang Gile |
Air Terjun Sendang Gile |
Sayang, di tengah perjalanan ke
Tiu Kelep, kami kehujanan. Mengingat hujan yang bertambah deras, kami sempat
berhenti dan berteduh di pintu air. Saat hujan sudah mulai reda, kami
melanjutkan perjalanan. Hanya 4 orang diantara kami yang melanjutkan perjalanan
ke Tiu Kelep, termasuk saya. Alasannya karena debit sungai yang cukup deras
sehingga mungkin agak ngeri untuk diseberangi. Perjalanan yang agak sulit
dengan pakaian yang basah kuyup terbayar saat kami sampai di Tiu Kelep. Memang
lebih bagus dibandingkan Sendang Gile.
Ada satu kejadian saat saya
sampai di Tiu Kelep. Sandal saya hanyut terbawa derasnya arus sungai. Saat itu,
selain kami berempat, juga ada 3 turis asing disana. Saya yang sedih kehilangan
sandal tetap bertahan pulang dengan mengenakan sandal sebelah. Kenapa nggak
dibuang aja sih? Saya yakin aja kalo ntar sandal saya bakal ketemu nyangkut
dimana gitu. Dan ternyata feeling saya nggak salah, sandal saya sepertinya
sudah ditolong Jaka Tarub bule yang udah pergi lebih dulu daripada saya,
soalnya sandal itu bukannya nyangkut, tapi sudah ada di atas batu. Jadi udah
nggak jaman ya sekarang Jaka Tarub nyolong selendang, yang ada Jaka Tarub
nolongin sandal saya yang hanyut, haha.
Sepulangnya dari Tiu Kelep, kami
mampir untuk membeli sate dan pepes ikan di warung lesehan di pinggir pantai.
Rasanya itu adalah sate terenak yang pernah saya makan, mungkin saat itu karena
kami lapar dan kelelahan sehabis diguyur hujan. Entah sate ini apa namanya,
mungkinkah Sate Rembiga, kuliner khas Lombok yang lain lagi?
...to be continued...
Day 3. Romantisme di Pantai Pink dan Tanjung Ringgit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar