Rabu, 31 Desember 2014

Discovered Lombok, Pulau Seribu Masjid (Part. 2)


Hutan Monyet Pusuk

Day 2. Bermain dengan Monyet di Hutan Pusuk, Menjelajah Air Terjun Sendang Gile, dan Tiu Kelep

Hari itu dimulai dengan sarapan salah satu kuliner khas Lombok, yaitu Nasi Puyung. Nasi ini terdiri dari ayam suwir pedas, belut goreng, kering kentang dan kedelai goreng. Untuk penyuka kuliner pedas, pasti suka banget sama kuliner Nasi  Puyung ini. Setelah sarapan, kami menuju ke daerah Senaru, di dekat pos pendakian Gunung Rinjani. Air terjun yang akan kami datangi memang terletak di kaki gunung tersebut. Saat menuju Senaru, kami melewati Hutan Pusuk, kawasan puncak yang banyak sekali didiami oleh monyet2 liar. Kami sempatkan berhenti sejenak untuk memberi makan sekedarnya. Jelas sekedarnya, karena saat itu kami nggak membawa makanan yang layak untuk monyet, jadi monyet2 itu kami beri makan biskuit dan juga pie susu dari Bali (malah lebih istimewa, haha).

Setelah itu kami melanjutkan perjalanan kembali menuju Air Terjun Sendang Gile. Medan untuk menuju air terjun ini nggak begitu susah, sudah dibentuk tangga2 menuju air terjun. Berjalan dari gerbang masuk hanya sekitar 20-30 menit saja. Air terjun Sendang Gile terdiri dari 2 tingkatan, disini letak uniknya. Kami nggak terlalu lama berada disini karena kami harus meneruskan perjalanan lagi menuju Air terjun Tiu Kelep. 

Gerbang Masuk Air Terjun Sendang Gile

Air Terjun Sendang Gile
Air terjun ini berada sedikit di atas Sendang Gile. Namun medan yang menuju ke Tiu Kelep tidak semudah Sendang Gile, harus menyeberang sungai2. Woaaahhh...saya nggak sabar untuk sampai kesana.
Menyeberang sungai

Air Terjun Tiu Kelep

Sayang, di tengah perjalanan ke Tiu Kelep, kami kehujanan. Mengingat hujan yang bertambah deras, kami sempat berhenti dan berteduh di pintu air. Saat hujan sudah mulai reda, kami melanjutkan perjalanan. Hanya 4 orang diantara kami yang melanjutkan perjalanan ke Tiu Kelep, termasuk saya. Alasannya karena debit sungai yang cukup deras sehingga mungkin agak ngeri untuk diseberangi. Perjalanan yang agak sulit dengan pakaian yang basah kuyup terbayar saat kami sampai di Tiu Kelep. Memang lebih bagus dibandingkan Sendang Gile.

Ada satu kejadian saat saya sampai di Tiu Kelep. Sandal saya hanyut terbawa derasnya arus sungai. Saat itu, selain kami berempat, juga ada 3 turis asing disana. Saya yang sedih kehilangan sandal tetap bertahan pulang dengan mengenakan sandal sebelah. Kenapa nggak dibuang aja sih? Saya yakin aja kalo ntar sandal saya bakal ketemu nyangkut dimana gitu. Dan ternyata feeling saya nggak salah, sandal saya sepertinya sudah ditolong Jaka Tarub bule yang udah pergi lebih dulu daripada saya, soalnya sandal itu bukannya nyangkut, tapi sudah ada di atas batu. Jadi udah nggak jaman ya sekarang Jaka Tarub nyolong selendang, yang ada Jaka Tarub nolongin sandal saya yang hanyut, haha.

Sepulangnya dari Tiu Kelep, kami mampir untuk membeli sate dan pepes ikan di warung lesehan di pinggir pantai. Rasanya itu adalah sate terenak yang pernah saya makan, mungkin saat itu karena kami lapar dan kelelahan sehabis diguyur hujan. Entah sate ini apa namanya, mungkinkah Sate Rembiga, kuliner khas Lombok yang lain lagi?
Sate ikan dan pepes ikan
Jackpot! New couple of that day : Nunu dan Eng

...to be continued...
Day 3. Romantisme di Pantai Pink dan Tanjung Ringgit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar