Senin, 19 Agustus 2013

Percayalah Hati, Lebih Dari Ini Pernah Kita Lalui



Percayalah hati, lebih dari ini pernah kita lalui. Takkan lagi kita mesti jauh melangkah. Nikmatilah lara untuk sementara saja -Float-

Patah hati. Sebenarnya apa sih patah hati? Hati kita nggak bertulang, kenapa bisa patah? Ada lagi istilah, hati hancur. Hati juga bukan barang pecah belah, kenapa juga bisa hancur. Hati ngilu, kata yang lain lagi. Memangnya hati punya sendi sehingga bisa ngilu? Saya kok nggak yakin. Sakit hati seperti teriris2, ada lagi yang bilang begitu.  Dan saya yakin, kalo hati orang itu bener2 diiris2, mungkin orang itu bisa mati.

Apapun itu namanya. Patah hati. Hati hancur. Hati ngilu. Sakit hati seperti diiris2. Saya nggak sempet buat ambil pusing pengertian sebenarnya istilah2 itu, tapi kenyataannya itu yang saya rasakan...semuanya. Nggak ada yang tersisa. Semua itu saya rasakan...sendiri....sekarang...nyata.
Cha, saat saya tau dan bener2 yakin kamu sudah memilih dia...itu yang saya rasakan. Patah hati. Hancur hati. Hati ngilu. Sakit seperti teriris2. Berlebihan kedengarannya ya? Iya...buat orang yang nggak ngerasain. Tapi buat saya, rasa itu begitu nyata. Gimana nggak, rasanya isi dada ini nyaris keluar semua, seperti diremas2, hingga saya tekan dada saya berharap rasa sakit itu juga bisa ditekan, walo mungkin hanya sedikit. Nihil.

Saat saya sudah bisa sedikit meluangkan pikiran untuk berpikir ulang apa yang sebenarnya terjadi pada diri saya, rasanya begitu bodoh. Sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Sakit? Iya. Pastinya. Lebih sakit atau lebih ringan dari yang sekarang? Entah. Menurut saya, sakit ya sakit. Tidak ada yang lebih ataupun kurang. Sakit. Itu yang dirasakan. Sekarang. Nggak akan sanggup buat membandingkan dengan apapun. Rasanya segenap pikiran dan konsentrasi kita hanya berfokus di rasa sakit.

Tapi bukankah nggak semestinya luka itu menghentikan langkah? Mungkin nggak sedikit orang yang berkata saya naif. Nggak sedikit orang yang meragukan saya bisa bangkit lagi mengingat keadaan sekarang. Dan nggak jarang saya pun berpikir demikian. Tapi tolong...tolehlah sebentar ke belakang. Tengoklah sejenak kejadian yang sudah2. Walo semacam berat, tapi luka itu dengan segala macam prosesnya akan sembuh. Does time always kill the pain? Nope. Allah does. Allah Yang Maha Baik yang menyembuhkan luka saya. Andai ada Doraemon, saya pengen banget rasanya meminjam mesin waktu. Saya yang sekarang akan datang ke saya setaun atau dua taun lalu. Dan mungkin saya tiga taun yang lalu akan pergi ke saya yang lima taun yang lalu...dan begitu seterusnya. Memeluk erat diri saya sendiri. Menghibur sekuat tenaga. Meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik2 saja pada waktunya kelak. Dan oh...diri saya yang sekarang...harus bisa meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini hanya sementara saja.

Lalu apa yang hilang? Apa yang berubah? Nggak ada. Maafkan saya Cha, saya tetap sayang kamu. Masih sayang kamu. Dan Allah, ampuni kalo masih Cha yang setia saya sebut namanya dalam doa. Harus kemana lagi saya tujukan lantunan ayat2Mu itu selain buat Cha? Ampuni Ya Allah...saya cuma manusia yang mencoba jujur dengan rasa.


1 komentar: