Percayalah hati, lebih dari ini pernah kita lalui. Takkan
lagi kita mesti jauh melangkah. Nikmatilah lara untuk sementara saja -Float-
Patah hati. Sebenarnya apa sih patah hati? Hati kita nggak
bertulang, kenapa bisa patah? Ada lagi istilah, hati hancur. Hati juga bukan
barang pecah belah, kenapa juga bisa hancur. Hati ngilu, kata yang lain lagi.
Memangnya hati punya sendi sehingga bisa ngilu? Saya kok nggak yakin. Sakit
hati seperti teriris2, ada lagi yang bilang begitu. Dan saya yakin, kalo hati orang itu bener2
diiris2, mungkin orang itu bisa mati.
Apapun itu namanya. Patah hati. Hati hancur. Hati ngilu. Sakit
hati seperti diiris2. Saya nggak sempet buat ambil pusing pengertian sebenarnya
istilah2 itu, tapi kenyataannya itu yang saya rasakan...semuanya. Nggak ada
yang tersisa. Semua itu saya rasakan...sendiri....sekarang...nyata.
Cha, saat saya tau dan bener2 yakin kamu sudah memilih
dia...itu yang saya rasakan. Patah hati. Hancur hati. Hati ngilu. Sakit seperti
teriris2. Berlebihan kedengarannya ya? Iya...buat orang yang nggak ngerasain.
Tapi buat saya, rasa itu begitu nyata. Gimana nggak, rasanya isi dada ini
nyaris keluar semua, seperti diremas2, hingga saya tekan dada saya berharap
rasa sakit itu juga bisa ditekan, walo mungkin hanya sedikit. Nihil.
Saat saya sudah bisa sedikit meluangkan pikiran untuk
berpikir ulang apa yang sebenarnya terjadi pada diri saya, rasanya begitu
bodoh. Sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Sakit? Iya. Pastinya.
Lebih sakit atau lebih ringan dari yang sekarang? Entah. Menurut saya, sakit ya
sakit. Tidak ada yang lebih ataupun kurang. Sakit. Itu yang dirasakan. Sekarang.
Nggak akan sanggup buat membandingkan dengan apapun. Rasanya segenap pikiran
dan konsentrasi kita hanya berfokus di rasa sakit.
Tapi bukankah nggak semestinya luka itu menghentikan
langkah? Mungkin nggak sedikit orang yang berkata saya naif. Nggak sedikit
orang yang meragukan saya bisa bangkit lagi mengingat keadaan sekarang. Dan nggak
jarang saya pun berpikir demikian. Tapi tolong...tolehlah sebentar ke belakang.
Tengoklah sejenak kejadian yang sudah2. Walo semacam berat, tapi luka itu
dengan segala macam prosesnya akan sembuh. Does time always kill the pain?
Nope. Allah does. Allah Yang Maha Baik yang menyembuhkan luka saya. Andai ada Doraemon,
saya pengen banget rasanya meminjam mesin waktu. Saya yang sekarang akan datang
ke saya setaun atau dua taun lalu. Dan mungkin saya tiga taun yang lalu akan
pergi ke saya yang lima taun yang lalu...dan begitu seterusnya. Memeluk erat
diri saya sendiri. Menghibur sekuat tenaga. Meyakinkan diri bahwa semuanya akan
baik2 saja pada waktunya kelak. Dan oh...diri saya yang sekarang...harus bisa
meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini hanya sementara saja.
Lalu apa yang hilang? Apa yang berubah? Nggak ada. Maafkan
saya Cha, saya tetap sayang kamu. Masih sayang kamu. Dan Allah, ampuni kalo
masih Cha yang setia saya sebut namanya dalam doa. Harus kemana lagi saya
tujukan lantunan ayat2Mu itu selain buat Cha? Ampuni Ya Allah...saya cuma
manusia yang mencoba jujur dengan rasa.
jadi ini...
BalasHapus