Di awal tahun ini, bulan Januari dan Pebruari saya
berkesempatan untuk mengunjungi Malaysia dan Thailand. Keberangkatan saya yang
pertama di bulan Januari selama 6 hari (5 hari efektif) untuk ke Malaysia (Kuala
Lumpur dan Penang) dan Thailand (Phuket dan Hatyai). Sedangkan keberangkatan
saya yang kedua di bulan Pebruari selama 5 hari (3 hari efektif) hanya berkisar
di Malaysia saja (Kuala Lumpur, Putrajaya, dan Malaka).
January’s Trip. Day 1 (malam) and 2 (seharian). Seharian Keliling Phuket? Bisa
Banget!!
Saya berangkat bersama seorang teman dari Surabaya menuju
Kuala Lumpur pada malam hari sehingga tiba di KLIA 2 pada saat tengah malam
waktu setempat. Sedangkan pesawat yang akan membawa kami ke Phuket baru akan
berangkat pada pukul 7 besok paginya. Jadi selama sekitar 6 jam di KLIA 2 kami
harus mencari tempat istirahat yang memadai. Saya segera browsing untuk membaca
pengalaman-pengalaman dari blogger lain. Ada yang merekomendasikan untuk
beristirahat di depan kantor Air Asia, dengan pertimbangan tempat nyaman,
berkarpet, walau agak ramai orang yang lalu lalang. Ada yang merekomendasikan
di dekat McD, dan masih ada lagi beberapa rekomendasi yang lain. Kami
memutuskan untuk beristirahat di depan kantor Air Asia. Sayangnya, kami nggak
tau letak persisnya. Tapi pada saat itu
justru kami menemukan tempat beristirahat lain yang (menurut saya) jauh lebih
nyaman jika dibandingkan blog-blog yang kami baca sebelumnya.
Saat itu kami mencari musala untuk shalat. Musala yang kami
datangi adalah musala di dekat tempat pengambilan bagasi. Pada saat kami masuk,
musala-nya sedang sepi. Jadilah kami ada di tempat itu terus sampai pagi
menunggu waktu keberangkatan pesawat menuju Phuket. Tempatnya sangat nyaman,
bersih, walau mungkin agak dingin. Tapi yang penting di tempat itu, kami masih
bisa tidur dengan nyenyak, tanpa diganggu orang-orang yang lalu lalang atau
suara berisik lainnya.
Sekitar pukul 7.30 waktu setempat kami tiba di Phuket
International Airport (beda waktu satu jam dengan Kuala Lumpur). Bandara Phuket
nggak terlalu besar. Di lobi bandara banyak agen travel yang menawarkan
kendaraan untuk pergi ke berbagai destinasi tujuan, terutama yang booming
banget sejak film The Beach, Phi Phi Island. Oke, karena kami hanya berencana
seharian saja disitu tanpa menginap, jelas pulau-pulau itu nggak bisa kami
datangi kali itu (berarti harus balik lagi kapan-kapan, hehe). Begitu keluar
dari bandara, sudah tersedia berbagai macam transportasi, mulai taksi sampai
bus. Kami naik bus menuju kota dengan tarif B100. Bus-nya berwarna oranye.
Nggak sulit untuk mencari bus ini. Bus ini biasanya mangkal di samping bandara,
biasanya begitu kita keluar dari lobi bandara, sudah ada orang (mungkin semacam
kondektur) yang memegang karton bertuliskan “Bus To Town”. Perjalanan menuju
kota membutuhkan waktu sekitar 45-1 jam.
Tiket bus B100 / orang |
Di bus, temen saya iseng-iseng bertanya transportasi menuju
beberapa tempat yang akan kami kunjungi hari itu ke sesama penumpang. Saya kira
sih dia penduduk lokal. Beruntungnya, dia malah menawarkan untuk mengantarkan
kami ke Wat Chalong karena dekat dengan rumahnya. Bus yang kami tumpangi tiba
di terminal, Sine (nama orang yang saya tanyai) dijemput oleh tantenya dengan
mobil. Jadilah kami berangka ke Wat Chalong dengan mudah. Sebelumnya kami
sempat mampir kota tua-nya Phuket untuk makan. Begitu Sine tau bahwa saya
muslim, Sine membawa kami ke depot masakan Thailand dan Malaysia. Saya memilih
menu pad thai, favorit saya kalau pergi ke Thailand. Gigih, teman saya memilih
makan roti mirip martabak. Yang unik sih minuman yang dipesan oleh Sine, saya
lupa namanya apa. Tapi bentuknya lucu banget.
Minuman pesanan Sine. Mirip teh tarik. |
Pad Thai pesanan saya |
Suasana di daerah kota tua Phuket |
Satu lagi yang bikin saya sempat
heran saat ada di kota tua Phuket adalah banyaknya toko batik berjejer-jejer.
Semula saya mengira mungkin Thailand memiliki batik motif khusus, tapi batik
yang saya lihat bener-bener seperti batik Indonesia. Saya masuk ke salah satu
toko untuk memperhatikan lebh dekat. Dan yaaa ternyata dugaan saya benar. Itu
batik-batik dari Indonesia, khususnya dari Jawa Tengah. Bahkan banyak batik
yang masih berlabel “Batik Pekalongan Indonesia”.
Wat Chalong
Ini adalah kuil terbesar di Phuket. Terdiri dari berbagai
bangunan. Ada tempat pemujaan, ada tempat untuk menyimpan tulang Buddha, dan
beberapa bangunan lain yang saya tidaktahu fungsinya. Saya sempat mengantar
Sine untuk sembahyang sebentar disini. Dia bilang kalo tempat itu adalah tempat
favoritnya untuk mencari ketenangan (entah kenapa begitu mendengar ini, saya
tiba-tiba kangen masjid, hehe).
Big Buddha
Pada saat saya ke Wat Chalong, dari kejauhan tampaklah Big
Buddha di atas bukit. Tempatnya nggak begitu jauh, hanya jalanan yang agak
menanjak. Bisa dicapai dengan kendaraan umum atau menyewa tuk-tuk. Bisa juga
dengan menyewa mobil ATV seharga B1000 (mahal yak?). Saya? Kalo saya sih jadi
cabe-cabean bareng Gigih dan Sine, naek motor bertiga, hehe. Masuk Big Buddha
tidak perlu bayar alias gratis. Waktu saya kesini, Big Buddha sedang dalam
renovasi. Perasaan tiap liat foto para blogger dari jaman kapan tauk memang
sedang direnovasi. Berarti ini mungkin semacam renovasi tiada akhir. Dari atas
Big Buddha juga terlihat pantai yang bagus, namanya Chalong Bay. Keren banget.
Nai Harn dan Rawai Beach
Banyak blogger yang menulis pergi ke Pantai Patong kalo
hanya sehari di Phuket. Oke, kali ini saya mending membahas pantai yang laen
aja yang nggak kalah bagus. Pantai Nai Harn dan Pantai Rawai. Setelah dari Big
Buddha, kami menuju Pantai Nai Harn. Keunikan pantai ini adalah pantai ini
memliki aliran yang berujung pada sungai yang berada di seberang jalan pantai
tersebut. Sungai itu tampak tenang dengan dikelilingi bukit-bukit serta
restoran. Tapi kalau saya lihat bentuknya sih mungkin lebih mirip danau ya.
Ini sungai atau danau sih? |
Kalau pengunjung takut untuk berenang di laut, bisa mencoba
untuk berendam saja di aliran air laut yang menuju sungai. Saat saya datang,
ketinggiannya sekitar lutut hingga paha saya.
Sedangkan Pantai Rawai lebih mirip Pantai Kuta di Bali,
tepat di pinggir jalan raya dengan deretan tempat nongkrong di pinggir-pinggir
pantainya.
Promthep Cape
Dari pantai saya pergi ke Promthep Cape atau Tanjung
Promthep. Ini adalah tempat di atas bukit yang dengan batu yang besar sehingga
kita bisa melihat laut lepas tepat di bawah tempat kita berdiri. Dari atas
tebing ini, kita bisa melihat Pantai Nai Harn, Pulau Ko Kaew, dan matahari yang
tenggelam di balik laut, persis seperti gambar anak-anak waktu saya SD dulu.
Banyak pengunjung yang datang hanya untuk duduk-duduk saja menunggu senja.
Di dekat Promthep Cape ini juga ada kincir angin. Berasa ada
dimanaaa gitu. Kincir angin di atas tebing yang tinggi. Mirip di Eropa kali ya?
Entahlah...saya belum pernah ke Eropa, pasti lebih bagus di sana mungkin, hehe.
Tidak terasa hari sudah beranjak malam, Saat itu kami harus
pergi ke terminal bus untuk memesan tiket bus ke Hat Yai yang akan ditempuh
sekitar 7 jam perjalanan. Sengaja kami memilih perjalanan malam hari untuk
menghemat waktu. Tiket kami beli seharga B293. Bus terakhir sekitar pukul 9
malam. Bus yang kami tumpangi cukup nyaman. Kami pun melanjutkan perjalanan ke
Hat Yai sambil berjanji suatu hari kami akan kembali ke Phuket (InshaAllah)
juga untuk bertemu kembali dengan teman baru kami yang baik hati di Phuket,
Sine.
To Be Continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar