Jumat, 13 Februari 2015

January Trip. Day 1-2. Seharian Keliling Phuket? Bisa Banget!!

Di awal tahun ini, bulan Januari dan Pebruari saya berkesempatan untuk mengunjungi Malaysia dan Thailand. Keberangkatan saya yang pertama di bulan Januari selama 6 hari (5 hari efektif) untuk ke Malaysia (Kuala Lumpur dan Penang) dan Thailand (Phuket dan Hatyai). Sedangkan keberangkatan saya yang kedua di bulan Pebruari selama 5 hari (3 hari efektif) hanya berkisar di Malaysia saja (Kuala Lumpur, Putrajaya, dan Malaka).

January’s Trip. Day 1 (malam) and 2 (seharian). Seharian Keliling Phuket? Bisa Banget!!

Saya berangkat bersama seorang teman dari Surabaya menuju Kuala Lumpur pada malam hari sehingga tiba di KLIA 2 pada saat tengah malam waktu setempat. Sedangkan pesawat yang akan membawa kami ke Phuket baru akan berangkat pada pukul 7 besok paginya. Jadi selama sekitar 6 jam di KLIA 2 kami harus mencari tempat istirahat yang memadai. Saya segera browsing untuk membaca pengalaman-pengalaman dari blogger lain. Ada yang merekomendasikan untuk beristirahat di depan kantor Air Asia, dengan pertimbangan tempat nyaman, berkarpet, walau agak ramai orang yang lalu lalang. Ada yang merekomendasikan di dekat McD, dan masih ada lagi beberapa rekomendasi yang lain. Kami memutuskan untuk beristirahat di depan kantor Air Asia. Sayangnya, kami nggak tau letak persisnya.  Tapi pada saat itu justru kami menemukan tempat beristirahat lain yang (menurut saya) jauh lebih nyaman jika dibandingkan blog-blog yang kami baca sebelumnya.

Saat itu kami mencari musala untuk shalat. Musala yang kami datangi adalah musala di dekat tempat pengambilan bagasi. Pada saat kami masuk, musala-nya sedang sepi. Jadilah kami ada di tempat itu terus sampai pagi menunggu waktu keberangkatan pesawat menuju Phuket. Tempatnya sangat nyaman, bersih, walau mungkin agak dingin. Tapi yang penting di tempat itu, kami masih bisa tidur dengan nyenyak, tanpa diganggu orang-orang yang lalu lalang atau suara berisik lainnya.

Sekitar pukul 7.30 waktu setempat kami tiba di Phuket International Airport (beda waktu satu jam dengan Kuala Lumpur). Bandara Phuket nggak terlalu besar. Di lobi bandara banyak agen travel yang menawarkan kendaraan untuk pergi ke berbagai destinasi tujuan, terutama yang booming banget sejak film The Beach, Phi Phi Island. Oke, karena kami hanya berencana seharian saja disitu tanpa menginap, jelas pulau-pulau itu nggak bisa kami datangi kali itu (berarti harus balik lagi kapan-kapan, hehe). Begitu keluar dari bandara, sudah tersedia berbagai macam transportasi, mulai taksi sampai bus. Kami naik bus menuju kota dengan tarif B100. Bus-nya berwarna oranye. Nggak sulit untuk mencari bus ini. Bus ini biasanya mangkal di samping bandara, biasanya begitu kita keluar dari lobi bandara, sudah ada orang (mungkin semacam kondektur) yang memegang karton bertuliskan “Bus To Town”. Perjalanan menuju kota membutuhkan waktu sekitar 45-1 jam. 
 
Bus airport yang menuju kota Phuket

Tiket bus B100 / orang

Di bus, temen saya iseng-iseng bertanya transportasi menuju beberapa tempat yang akan kami kunjungi hari itu ke sesama penumpang. Saya kira sih dia penduduk lokal. Beruntungnya, dia malah menawarkan untuk mengantarkan kami ke Wat Chalong karena dekat dengan rumahnya. Bus yang kami tumpangi tiba di terminal, Sine (nama orang yang saya tanyai) dijemput oleh tantenya dengan mobil. Jadilah kami berangka ke Wat Chalong dengan mudah. Sebelumnya kami sempat mampir kota tua-nya Phuket untuk makan. Begitu Sine tau bahwa saya muslim, Sine membawa kami ke depot masakan Thailand dan Malaysia. Saya memilih menu pad thai, favorit saya kalau pergi ke Thailand. Gigih, teman saya memilih makan roti mirip martabak. Yang unik sih minuman yang dipesan oleh Sine, saya lupa namanya apa. Tapi bentuknya lucu banget. 
 
Daftar menu dan harga tempat kami sarapan di Phuket

Minuman pesanan Sine. Mirip teh tarik.

Pad Thai pesanan saya

Suasana di daerah kota tua Phuket

Satu lagi yang bikin saya sempat heran saat ada di kota tua Phuket adalah banyaknya toko batik berjejer-jejer. Semula saya mengira mungkin Thailand memiliki batik motif khusus, tapi batik yang saya lihat bener-bener seperti batik Indonesia. Saya masuk ke salah satu toko untuk memperhatikan lebh dekat. Dan yaaa ternyata dugaan saya benar. Itu batik-batik dari Indonesia, khususnya dari Jawa Tengah. Bahkan banyak batik yang masih berlabel “Batik Pekalongan Indonesia”.
 
Batik Indonesia melanglang buana
Wat Chalong

Ini adalah kuil terbesar di Phuket. Terdiri dari berbagai bangunan. Ada tempat pemujaan, ada tempat untuk menyimpan tulang Buddha, dan beberapa bangunan lain yang saya tidaktahu fungsinya. Saya sempat mengantar Sine untuk sembahyang sebentar disini. Dia bilang kalo tempat itu adalah tempat favoritnya untuk mencari ketenangan (entah kenapa begitu mendengar ini, saya tiba-tiba kangen masjid, hehe).








Big Buddha

Pada saat saya ke Wat Chalong, dari kejauhan tampaklah Big Buddha di atas bukit. Tempatnya nggak begitu jauh, hanya jalanan yang agak menanjak. Bisa dicapai dengan kendaraan umum atau menyewa tuk-tuk. Bisa juga dengan menyewa mobil ATV seharga B1000 (mahal yak?). Saya? Kalo saya sih jadi cabe-cabean bareng Gigih dan Sine, naek motor bertiga, hehe. Masuk Big Buddha tidak perlu bayar alias gratis. Waktu saya kesini, Big Buddha sedang dalam renovasi. Perasaan tiap liat foto para blogger dari jaman kapan tauk memang sedang direnovasi. Berarti ini mungkin semacam renovasi tiada akhir. Dari atas Big Buddha juga terlihat pantai yang bagus, namanya Chalong Bay. Keren banget.
 
Perjalanan menuju Big Buddha. Tampak tuk-tuk yang dapat dipesan oleh pelancong.




 
Tampak Chalong Bay dari atas bukit saat perjalanan menuju Big Buddha

Nai Harn dan Rawai Beach

Banyak blogger yang menulis pergi ke Pantai Patong kalo hanya sehari di Phuket. Oke, kali ini saya mending membahas pantai yang laen aja yang nggak kalah bagus. Pantai Nai Harn dan Pantai Rawai. Setelah dari Big Buddha, kami menuju Pantai Nai Harn. Keunikan pantai ini adalah pantai ini memliki aliran yang berujung pada sungai yang berada di seberang jalan pantai tersebut. Sungai itu tampak tenang dengan dikelilingi bukit-bukit serta restoran. Tapi kalau saya lihat bentuknya sih mungkin lebih mirip danau ya.

Ini sungai atau danau sih?

Kalau pengunjung takut untuk berenang di laut, bisa mencoba untuk berendam saja di aliran air laut yang menuju sungai. Saat saya datang, ketinggiannya sekitar lutut hingga paha saya.




Sedangkan Pantai Rawai lebih mirip Pantai Kuta di Bali, tepat di pinggir jalan raya dengan deretan tempat nongkrong di pinggir-pinggir pantainya.



Promthep Cape

Dari pantai saya pergi ke Promthep Cape atau Tanjung Promthep. Ini adalah tempat di atas bukit yang dengan batu yang besar sehingga kita bisa melihat laut lepas tepat di bawah tempat kita berdiri. Dari atas tebing ini, kita bisa melihat Pantai Nai Harn, Pulau Ko Kaew, dan matahari yang tenggelam di balik laut, persis seperti gambar anak-anak waktu saya SD dulu. Banyak pengunjung yang datang hanya untuk duduk-duduk saja menunggu senja.




Di dekat Promthep Cape ini juga ada kincir angin. Berasa ada dimanaaa gitu. Kincir angin di atas tebing yang tinggi. Mirip di Eropa kali ya? Entahlah...saya belum pernah ke Eropa, pasti lebih bagus di sana mungkin, hehe.





Tidak terasa hari sudah beranjak malam, Saat itu kami harus pergi ke terminal bus untuk memesan tiket bus ke Hat Yai yang akan ditempuh sekitar 7 jam perjalanan. Sengaja kami memilih perjalanan malam hari untuk menghemat waktu. Tiket kami beli seharga B293. Bus terakhir sekitar pukul 9 malam. Bus yang kami tumpangi cukup nyaman. Kami pun melanjutkan perjalanan ke Hat Yai sambil berjanji suatu hari kami akan kembali ke Phuket (InshaAllah) juga untuk bertemu kembali dengan teman baru kami yang baik hati di Phuket, Sine.
 
Kami baru saling kenal sehari, tapi rasanya seperti sudah berteman lama :)

To Be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar