Sand-boarding di
Gumuk Pasir
Hari itu seperti hari2 biasanya di Yogyakarta. Saya yang
sedang liburan di rumah Oma, nggak punya kesibukan yang berarti. Tapi tiba2
seorang teman menelepon dan dia bilang kalo dia lagi ada di Yogyakarta juga,
dan pengen ngajakin jalan2 buat maen pasir. Iya...maen pasir. Tapi kali ini
maen pasirnya di daerah Parang Tritis. Berkali2 saya ke daerah sana, tapi belom
pernah mampit ke tempat gunung pasir itu. Nama tempatnya Gumuk Pasir.
Singkat kata, sampailah kami di daerah Parang Tritis. Lebih
tepatnya sih di Pantai Depok. Kami berencana untuk makan siang dulu. Kami pergi
belanja seafood disana. Macam2 yang kami beli, ada kerang (2 macam), cumi,
udang tambak, dan kakap merah. Masing2 0,5 kg. Semua cukup ditebus dengan harga
105rb. Murah banget ya? Kalo beli di Surabaya, Cuma dapet udangnya doang
kali,hehe. Setelah membeli ikan, kami pergi ke warung pinggir pantai untuk
minta tolong dimasakin sesuai dengan menu yang kami mau. Kami cukup membayar
dengan harga 85rb. Total 190rb untuk makan mewah berlima. Enak banget.
Setelah isi perut, kami langsung meluncur ke Gumuk Pasir.
Tempatnya nggak terlalu besar. Tapi lokasi itu bisa dipakai buat maen sand-boarding
atau malah foto pre-wedding. Waktu kami disana pun, tampak calon pengantin yang
sedang melakukan sesi foto. Sekilas tempat ini mengingatkan saya dengan Segoro
Wedi (Lautan Pasir) di Bromo. Ingat film Pasir Berbisik-nya Dian Sastro.
Bedanya, Segoro Wedi ini pasirnya luaaaasss banget, sedangkan Gumuk Pasir
berupa bukit kecil. Belakangan, sebelum saya meninggalkan tempat ini, ada
seorang ibu (penduduk setempat) yang minta uang sumbangan seikhlasnya. Ternyata
tempat itu memang nyaris saja ditiadakan oleh pemerintah, untuk tempat menanam
cemara udang. Tapi penduduk setempat menolak dan inginmempertahankan Gumuk Pasir
itu. Entahlah, apa hubungannya dengan kotak sumbangan yang disediakan disana.
Apakah mereka membayar kepada pemerintah daerah atau kepada siapa untuk
mempertahankan daerah itu? Entahlah...
Pantai Depok |
Udah kayak cover album kenangan ga nih? :D |
Skay as the background |
Sampai Kota Yogyakarta sudah lepas Maghrib, kami memutuskan
untuk makan Sate Klatak. Saya sih ho’oh-ho’oh aja. Dan begonya saya, udah
nyampe TKP, barulah saya tahu kalo Sate Klatak itu dari kambing. Oh no banget
ya...Tapi saya nyobain aja sekuat tenaga, dengan perbandingan secuil daging
sate kambing + minimal 2 sendok makan nasi (biar ga begitu kerasa,haha).
Finally, justru di suapan terakhir saya menyerah. Ternyata...saya emang ga
doyan sama kambing :( Kami langsung pulang ke tempat masing-masing karena rencananya besok paginya
kami berencana untuk berburu sunrise di Punthuk Setumbu Magelang.
Sunrise di Punthuk
Setumbu Magelang
Jam 3.30 pagi kami berangkat dari Yogyakarta menuju Punthuk
Setumbu Magelang. Lokasinya sih di deket Candi Borobudur sekitar 5 km belok
kiri. Sampai disana masih pukul 4.30 pagi, masih cukup untuk naek ke puncak bukit untuk melihat sunrise. Tiket
masuk untuk turis domestik sebesar 15rb, sedangkan untuk turis mancanegara
30rb. Naik ke puncak bukit dibutuhkan waktu ± 30 menit. Tidak terlalu menanjak
memang, hanya perlu untuk sekali2 mengatur napas biar nggak terlalu capek.
Wajah2 masih separoh nyawa nih :D |
Sisi lain Punthuk Setumbu. Reflection. |
Jalan setapak ke puncak bukit |
Sunrise |
Borobudur di kejauhan |
Sunrise terlihat sekitar pukul 5 pagi waktu itu. Matahari
tepat muncul di tengah2 antara Gunung Merapi dan Merbabu. Persis khayalan saya
dan mungkin sebagian besar anak2 SD laen waktu menggambar pemandangan gunung,
haha. Dari tempat kami berpijak, sama2 di bawah tampak stupa2 Candi Borobudur.
Cantik sekali. Nggak heran, kalo diantara kami semua yang datang ke sana waktu
itu, lebih banyak terlihat turis mancanegar aalias bule daripada turis domestiknya.
Akan Selalu Datang
Pagi Setelah Malam
Matahari pagi itu juga mengingatkan saya, bahwa matahari itu
adalah matahari pertama di Bulan Juni, sekaligus menandakan bahwa hari ulang
tahun seseorang sudah terlewati. Tadinya
saya mau menulis sesuatu di blog ini, tepat di akhir bulan Mei, tepat di hari
ulang tahunnya, khusus buat dia. Tapi saya urungkan, dan malah menulis
sekarang...itupun tentang Punthuk Setumbu, hehe.
Betapa saya begitu menginginkan ada di sampingnya. Apalagi
saat hari lahirnya. Betapa saya ingin memberikan kue ulang tahun dengan sebuah
lilin di atasnya, bersama2 memanjatkan doa, menemaninya untuk make a wish dan meniup lilin kue ulang
tahunnya. Tapi, apalah saya...apalah saya...
Ya, akan selalu datang pagi setelah malam. Demikian juga
mungkin dengan segala kegalauan saya. Entah kapan saya berhenti memikirkan hal2
yang di luar kendali saya. Tapi saya yakin, suatu hari nanti saya bisa. Paling
tidak berdamai dengan diri sendiri. Seperti halnya pagi yang datang setelah
malam berakhir.
Akan ada pagi setelah malam |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar