|
Sunset swing di Ora |
Dream comes true. Mungkin itu
gambaran yang paling tepat saat saya mendapat surat tugas untuk pergi ke Ambon.
Bayangan saya sudah melanglang buana, selesai urusan kerja, rencana untuk pergi
ke beberapa tempat di Provinsi Maluku, khususnya Pantai Ora, sudah terbayang
jelas.
Pantai Ora
Saya tahu pantai ini terus terang
saja dari mesin pencari Google. Saat itu saya sedang browsing gambar pantai,
dan yang saya temui adalah gambar serta artikel Pantai Ora. Rasanya seperti
mimpi bisa pergi ke sana. Pantai Ora terletak di Pulau Seram Utara, Maluku
Tengah.
Saya berangkat mulai pukul 6 pagi
dari kota Ambon dengan mobil sewaan. Saran saya untuk para backpacker,
sebaiknya ajak teman paling tidak ber-4 atau ber-5 untuk menghemat sewa mobil.
Beruntungnya saya, saya mendapat sewa yang cukup murah, lebih murah jika
dibandingkan persewaan yang lain. Sewa mobil ini sudah termasuk driver, bbm,
dan tiket kapal. Saya berangkat pukul 6 pagi menuju Pelabuhan Hunimua Liang.
Perjalanan ditempuh sekitar 1 jam dari Kota Ambon. Kapal yang ditempuh dari
Pelabuhan Hunimua Liang ke Palabuhan Waipirit adalah kapal cepat. Dibutuhkan
sekitar 2 – 2,5 jam untuk penyeberangan.
|
Pantai di pelabuhan Hunimua Liang |
|
Langit dan awan yg luar biasa di Hunimua Liang |
Setelah sampai di Pelabuhan Waipirit,
Pulau Seram, saya masih harus menempuh perjalanan lagi selama sekitar 5 jam
menuju Desa Saka. Selesai di Saka? Belum. Saya masih harus menyeberang lagi
dengan perahu kecil dari pantai Saka menuju Pantai Ora selama sekitar 15 menit.
Gak bosan-bosannya saya melihat pemandangan selama menyeberang. Deretan bukit Taman
Nasional Manusela dan air laut yang jernih terhampar sepanjang perjalanan.
|
Pelabuhan Waipirit |
|
Sepanjang jalanan di Pulau Seram |
|
Pantai Saka |
|
Taman Nasional Manusela |
|
Taman Nasional Manusela |
Dan akhirlah sampailah saya di Pantai Ora. Bagi yang ingin menginap disini, tersedia 3 jenis kamar, antara lain kamar gantung laut (700.000/kamar), kamar gantung darat (500.000/kamar), dan kamar darat lama (400.000/kamar). Ini belum termasuk biaya makan yang dikenai 450.000/orang. Berhubung saat saya booking dari Surabaya kamar gantung laut sudah full book, saya tidak menginap di Ora. Saya memilih tempat alternatif di Sawai.
|
Ora Beach Resort |
|
Air laut yang jernih |
|
Penginapan Ora |
|
Kamar gantung darat di Ora |
|
Ora Beach Resort |
|
Menikmati secangkir teh bersama senja di Ora |
|
Saya narsis dulu, boleh yaaa? :) |
Desa Sawai
Saya memilih menginap di Lisar
Bahari. Kamar-kamar disini semua bergantung di atas laut. Memang pemandangan
laut masih lebih bagus di Ora, karena itulah harga sewa kamar lebih murah yaitu
sebesar 300.000/orang (sudah termasuk biaya makan). Disamping pemandangan
sunrise yang juga indah, hidangan yang didominasi oleh hidangan laut menambah
poin plus plus plus plus tempat penginapan ini (secara saya hobi banget makan
seafood). Air laut yang jernih di Sawai juga mengundang saya untuk segera
menceburkan diri selepas bangun tidur, biar sekaligus mandi kali ya...hahaha
|
Penginapan Lisar Bahari di Sawai |
|
Air laut yang jernih di Sawai |
|
Sunrise di Sawai |
Satu hal yang saya ingatkan kepada teman-teman yang snorkeling di daerah Sawai maupun Ora, berhati-hatilah terhadap kima. Kima ini sejenis kerang yang sengaja ditanam nelayan di perairan yang rendah untuk melindungi terumbu-terumbu karanglainnya. Kima kaan menutup dengan sendirinya jika dimasuki benda asing, kaki misalnya. Saya sempat menemui kima yang cukup besar dan mencoba menyentuh ujungnya dengan ujung tongkat kayu, dan kima menutup dengan perlahan. Nelayan lokal yang mengingatkan saya untuk memakai penutup kaki (kaki katak) saat snorkeling untuk meminimalisir resiko dan jangan sampai menginjak terumbu-terumbu karang disana.
|
Kima, ini ukuran yang cukup besar |
Mata Air Belanda dan Tebing Batu
Sawai
Setelah puas snorkeling di Sawai,
pagi itu saya dijemput oleh perahu kecil yang akan membawa saya berkeliling
mengunjungi Mata Air Belanda dan Tebing Batu Sawai. Mata Air Belanda terletak
di dalam pulau yang dikelilingi hamparan pasir putih yang lembut. Jarak dari
Sawai sekitar 15-20 menit dengan perahu. Pemandangan pantai sekelilingnya pun
tak kalah indah. Mata air ini termasuk air tawar dan terasa dingin saat kita
masuki. Saya mencoba untuk masuk dan berjalan ke dalam lumayan jauh, baru
berjalan memutar kembali saat jalan yang saya lalui tertutupi batang-batang
pohon yang jatuh menghalangi jalan.
|
Menyusuri sepanjang tebing batu |
|
God's painting |
|
Mata Air Belanda |
Dilanjut ke tebing batu dengan
menumpang perahu lagi. Jaraknya cukup dekat, sekitar 10-15 menit saja dari mata
air belanda. Di tebing batu ini juga terdapat gazebo kecil untuk sekedar
meletakkan barang-barang kita saat akan snorkeling, bagus juga untuk jadi lokasi
pemotretan. Berhubung saat saya datang kondisi tebing batu cukup ramai, saya
tidak terlalu lama disana. Dilanjut pergi kepulau lain (sayang saya lupa
namanya) untuk sekedar duduk-duduk dan makan ikan bakar disana. Oh ya,
fasilitas makan siang ini juga didapat dari penginapan di Sawai. Menu komplit, diantar
dengan perahu boat, nasi panas, ikan bakar, lengkap dengan sambal colo-colo
khas Maluku. Nikmatnyaaaaa....
Kota Ambon
Lapangan Merdeka dan Gong
Perdamaian
Setelah menginjak Pulau Seram,
saya kembali ke Kota Ambon. Disini saya sempat mengunjungi beberapa icon khas
kota Ambon, yaitu Patung Pattimura di Lapangan Merdeka dan Gong Perdamaian.
Mudah untuk mendatangi kedua tempat ini karena letaknya berhadapan. Untuk
mencapai tempat ini pun juga tidak sulit. Cukup naik angkutan kota ataupun
ojek. Mungkin jarak tempuh hanya sekitar 10 menit dari hotel tempat saya
menginap di daerah Waihaong. Jangan ragu untuk bertanya. Orang Ambon sangat
ramah.
|
Icon Lapangan Merdeka |
|
Patung Pattimura |
|
Gong Perdamaian |
Pantai Natsepa
Belum ke Ambon kalau belum makan
rujak Natsepa di pingiir Pantai Natsepa. Disini penjual rujak berjualan
berderetan. Kalau belum puas makan di tempat, bumbu rujak bisa dibeli untuk
dibawa pulang. Bisa bertahan hampir sebulan jika diletakkan di dalam lemari es.
|
Rujak Natsepa |
|
Deretan penjual rujak di sepanjang Pantai Natsepa |
|
Pantai Natsepa |
Pantai Tapal Kuda
Pantai ini terletak cukup dekat
dengan Kota Ambon, hanya sekitar 30 menit mengendarai motor dari pusat kota.
Pemandangan sunset di pantai ini pun tak kalah indah.
|
Sunset di Pantai Tapal Kuda |
Sebenarnya masih banyak tempat
lagi yang bisa dikunjungi. Sayangnya, saya tidak mendapat cuti untuk kemari.
Tapi 3 hari waktu bebas saya rasa sudah cukup memenuhi keinginan saya menikmati
eksotisme Maluku. Jangan lupa mampir di tempat oleh-oleh ikan bakar sebelum
menuju bandara. Harga 100.000 saja untuk 3 ekor ikan. Sudah dibungkus dengan
rapi sehingga tidak berbau jika dimasukkan ke dalam kabin pesawat. Mengingat
rasanya masih banyak tempat di Maluku yang belum saya kunjungi, rasanya tidak
meolak jika harus pergi kesana lagi suatu hari :)
|
Sambal colo-colo dan ikan bakar |
:: What's Next? ::